Jumat, 13 Juli 2018

Bukan Teman Dari Langit


Matahari terbit di ufuk timur. Terik sinarnya menyelinap masuk lewat jendela kamar Lita yang bergorden hijau muda dengan motifkotak-kotak. Lita pun terbangun karena sinar yang menyilaukan itu tepat mengenai matanya. Dia mencoba untuk membuka matanya seketika itu. Perlahan demi perlahan akhirnya dia pun bisa membuka matanya dengan lebar tanpa harus memincingkannya lagi karena sinar terik itu. Lita bergegas membuka gorden jendela kamar tidurnya. Terlihat disana sini masih ada sisa-sisa air hujan yang turun begitu deras tadi malam. Akan tetapi, bunga-bunga terlihat begitu segar bahkan lebih segar dari biasanya hingga terlihat lebih indah. Semua itu juga menguntungkan bagi Lita karena dia tidak perlu mengerjakan tugas untuk menyiram bunga pagi itu.
Setelah itu dirapikannya seprei kamar tidurnya yang juga berwarna biru muda. Maklumlah hampir semua barang-barang yang ada di kamar Lita berwarna biru muda. Dia begitu menyukai warna biru. Baginya warna biru adalah keindahan. Pasalnya dia sering menemukan warna biru di mana-mana. Entah itu warna langit, laut atau bahkan warna warung bu Lilik langganan tempat ia membeli gorengan setiap hari di sekolahnya, belum lagi setiap berjalan menuju ke sekolah di kanan kiri jalan begitu banyak bangunan-bangunan warna biru.
”Lita.........ayo bangun?” Ayah sudah menunggumu dari tadi,” teriak ibunya.
”Iya, bu....Lita udah mau selesai mandi,” ucapnya.
*******
            Bergegas Lita mengambil handuk yang berjajar rapi di jemuran. Untunglah handuknya terselamatkan dari hujan deras tadi malam karena ibunya sudah memasukkan jemuran-jemuran kering ke dalam rumah. Air terasa begitu dingin lebih dingin dari biasanya. Mungkin hujan yang turun tadi malam penyebabnya hingga membuat Lita mempercepat mandinya karena merasa kedinginan.
            Di ambilnya baju putih abu-abu di almari gantungan. Tak terasa sudah satu tahun lamanya ia duduk di bangku kelas XI SMA. Masa-masa sulit sudah di laluinya kini dia hanya tinggal beradaptasi dengan suasana kelas barunya nanti di kelas XII. Ayahnya dari tadi menunggunya di meja makan sembari membaca koran pagi. Ibunya pun sudah siap dengan hidangan-hidangannya yang terasa sangat lezat. Apalagi ibunya menyempatkan untuk memasakkan makanan favorit Lita untuk sarapan pagi itu. Sarapan pun berakhir ketika lita meneguk segelas susu yang ibunya siapkan. Dia dan ayahnya pun segera melesat menuju ke sekolahnya dengan sepeda motor Revo berwarna silver.
”Belajar yang baik,” pesan ayahnya.
”Oke, yah,” jawabnya.
*******
            Suasana kelas begitu sunyi di pagi hari. Tetes-tetes air hujan masih terlihat di sana-sini bahkan ada jalan-jalan yang becek. Lita pun langsung menuju ke kelasnya yang berada di seberang lapangan basket. Tak ada satu pun siswa yang datang pagi itu. Hanya ada tukang kebun yang sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan Lita pun kerap sering di godai oleh para tukang kebun itu.
”Lhoo, Neng?” Ini masih jam berapa?” Pasti belom mandi udah berangkat ke sekolah ya, kok datang sepagi ini?,” kata tukang kebun di sekolahnya.
            Lita pun hanya menanggapinya dengan senyuman kecil yang tersungging di pipinya yang lesung itu. Tak begitu lama akhirnya banyak siswa yang datang. Begitu juga dengan Nia teman satu bangkunya. Di barisan kedua dari pintu ruang kelas tepatnya di bangku paling depan mereka duduk bersama. Awalya Lita tak menyangka bisa duduk satu bangku dengan anak sejenius Nia dan berteman akrab dengannya. Tapi, itu mungkin sudah menjadi takdir baginya. Dan dia pun menerima takdir itu dengan senang hati. Apalagi dengan adanya Nia disampingnya dia bisa bercerita apa saja padanya begitupun Nia yang juga selalu bersikap terbuka padanya.
”Waaahhh, jantungku berdegup kencang nih menunggu hasil pembagian kelas nanti,” ucap Nia suatu ketika.
”Iya, aku juga. Mudah-mudahan kita bisa satu kelas lagi yach?,” ucap Lita.
*******
            Hari pun mulai siang dan ketiga sahabatnya yang lain pun datang. Hari itu memang tak banyak anak yang datang pagi karena di sekolah tidak ada pelajaran hanya pembagian kelas saja. Pukul 9.00 tepat pembagian kelas pun di umumkan. Dan begitu sedihnya hati Lita ketika dia mendapati dirinya tidak satu kelas lagi dengan keempat sahabatnya itu. Rasa kecewa tak mampu ia bendung hari itu, hampir saja tangisnya pecah seketika itu tapi, untung saja keempat sahabatnya itu selalu menghiburnya. Bagaimana mungkin Lita tidak kecewa dengan pembagian kelas itu. Pasalnya sebagian besar teman-temannya di kelas XI beserta keempat sahabatnya itu berada dalam satu kelas hanya dia dan sebagian kecil temannya saja yang terpisah.
            Tapi, sekali lagi Lita tak dapat menolak. Karena itu semua sudah menjadi takdir baginya. Padahal sebelumnya dia sudah berencana menghabiskan waktu-waktunya yang tersisa di masa SMA bersama-sama dengan keempat sahabatnya itu.
”Sudah Lit, nggak apa-apa meskipun kita tidak satu kelas lagi,” ucap Santi sahabatnya.
”Iya, Lit, kita kan masih bisa bertemu setiap hari,” ucap Distya sahabatnya yang lain.
”He’em toh kita nggak akan meninggalkanmu sendiri kok,” ucap Via menambahkan.
”Tapi, kalian janji yach, akan sering-sering mengajakku main dan mengajariku kalau aku ada kesulitan dalam pelajaran,” pinta Lita dengan manjanya kepada keempat sahabatnya itu.
”Pastilah, itulah gunanya sahabat,” seru Nia.
*******
            Usai pembagian kelas, mereka langsung menuju ke kelas mereka masing-masing. Lita memilih bangku sebelah jendela urutan kedua. Dia tidak mau lagi duduk di barisan kedua dari pintu dan duduk di deretan paling ujung tanpa adanya Nia. Lita tak pernah menyangka bahwa nasibnya akan seperti ini. Dia juga tak mengira bahwa dia akan kesepian bahkan tidak mendapatkan teman untuk duduk bersama. Seketika itu seseorang datang menghampirinya.
” Hey, ayo kita pergi ke bu Tri,” ajaknya pada Lita.
” Lho, emangnya mau ngapain,” ucap Lita.
” Ya, ngambil soal-soal kimia lah,”
”Kamu aja deh yang ngambil. Entar bangkuku di ambil orang,” tambah Lita.
            Kemudian dia menyuruh kedua temannya yang berasal dari kelas yang sama dengannya untuk menjaga bangku Lita agar tidak di ambil orang. Dan kemudian mereka pun pergi menemui bu Tri. Sepintas Lita merasa bahwa anak itu begitu baik di awal pertemuannya. Bukan awal sih tepatnya karena mereka pernah bertemu sebelumnya di perlombaan yang melibatkan dia dan dirinya. Semua yang di katakan tentangnya oleh teman-temannya yang pernah satu kelas dengannya begitu berbeda. Lita pun berfikir mungkin dia sudah merubah sikapnya yang dulu.
            Usai mengambil soal-soal perlombaan kimia dari bu Tri mereka kembali ke kelas.
” Hey, kamu nggak mau ngucapin terima kasih ma kedua temenku yang udah menjagain bangkumu,” ujar anak yang bernama Ahmad itu.
”Emmm, iya terimah kasih yach,” ucap Lita pada kedua anak itu.
*******
            Kemudian Lita bergegas pulang ketika ia mendapati kedua sahabatnya berada di ambang pintu. Hari itu mereka pulang lebih awal. Pasalnya nggak ada pelajaran seusai pembagian kelas.
            Sesampainya di rumah Lita bergegas masuk kamar. Ia masih tidak percaya bahwa dirinya tidak satu kelas lagi dengan sahabat-sahabatnya. Dia pun tak dapat memikirkan bagaimana dia harus menjalani semua itu.
            Paginya, di sekolah tampak ricuh. Semua anak berebut memilih tempat duduk tapi Lita berjalan dengan santai karena dia sudah memilih tempat duduk. Lita pun sudah mendapatkan teman untuk duduk satu bangku dengannya yakni teman satu kelasnya dulu di kelas XI. Ketika dia memasuki ruang kelas dia begitu terkejut mendapati bangkunya sudah di tempati orang lain. Dia bahkan meminta mereka dengan baik-baik untuk pindah karena bangku itu sudah di pilihnya kemarin. Tapi sedikitpun mereka tak menghiraukan perkataan Lita. Hal yang sama pun terjadi pada Risa dan Dwi anak yang membantu menjagakan bangku Lita kemarin. Sejak saat itu Lita marah, dan membanting tasnya di bangku bagian tepan yang masih tersisa. Setidaknya di bangku itu berisi deretan teman-temannya yang satu kelas dengannya dulu. Ajeng teman satu bangkunya pun setuju dengan usul Lita untuk duduk di bangku paling depan dari pada duduk di bangku paling belakang.
*******
            Lita hanya duduk melamun di bangkunya. Dia tidak percaya bahwa awal masuk di kelas itu sudah begitu membuatnya marah. Apalagi esok hari dan seterusnya semua pikiran itu berkecamuk di pikirannya. Andai saja ada sahabat-sahabatnya  dia pasti tidak akan sesedih ini. Tiba-tiba ada seseorang yang membuyarkan lamunan Lita.
” Hey, kenapa kok cemberut aja? Sedih ya tidak satu kelas dengan teman-teman baikmu lagi. Aku juga gitu sedih banget nggak sekelas lagi ma temen baikku,” ucapnya panjang lebar pada Lita.
Lita hanya menanggapinya dengan senyum kecut. Pasalnya dia takut apa yang di katakan teman-temannya tentang Ahmad adalah kenyataan. Hari itu pun pelajaran tidak di adakan. Hanya ada pembagian pengurus kelas. Ketika sekolah usai dia menunggu di bangku tempat duduk depan kelas sahabat-sahabatnya. Dan mereka berdua pun melesat pulang ketika sekolah berakhir.
*******
Hari-hari di sekolah Lita lalui dengan tidak begitu menyenangkan. Tapi untunglah ada Ahmad yang selalu bisa menghiburnya. Baginya Ahmad adalah teman yang diturunkan dari langit untuk menemaninya. Bahkan mereka menjadi lebih akrab karena selain bertemu di kelas mereka juga bertemu di sela-sela bimbingan pelajaran kimia yang akan mereka ikuti perlombaannya. Hadirnya Ahmad membuat Lita menjadi tidak merasa sendirian lagi. Semua perkataan temannya tentang Ahmad tidak di hiraukannya lagi karena pada kenyataannya Ahmad begitu berbeda dari apa yang temannya katakan.
Akan tetapi pemikiran Lita tentang Ahmad semuanya salah. Ahmad tak sebaik yang ia kenal sebelumnya. Entah dia menjadi berubah setelah beberapa bulan mengenal Lita. Atau mungkin memang itulah sifat Ahmad yang sebenarnya, yang kerap di ceritakan teman-temannya dulu. Ahmad yang sekarang di kenalnya sangat berbeda dari Ahmad yang dulu. Bahkan anggapan Lita bahwa Ahmad adalah teman dari langit yang Tuhan kirimkan untuknya itu salah. Dia hanya bisa diam menghadapi semua itu.
” Kenapa Lit,” tanya Nia sahabat Lita.
” Ahmad, ma aku benci banget sama dia. Kenapa sih dia jahat banget sama aku. Padahal aku selalu bersikap baik padanya. Tapi dia selalu membuatku marah-marah,”
” Tuh, kan apa yang di bilang Dian tentangnya benar kan? Kalau dia itu anak yang menyebalkan,” tambah Santi.
” Sabar, Lit. Kau harus sabar menghadapinya dan bertahanlah sebentar saja. Toh setelah lulusan nanti kamu tidak akan bertemu lagi dengannya. Jadi kamu yang sabar aja menghadapinya. Aku yakin kok kalau kamu sanggup menghadapi semua ini,”
” Iya, Lit. Kenapa kamu harus capek-capek membuang air matamu buat orang menyebalkan semacam dia,” ujar Distya.
” Iya, kalian benar. Makasih ya Rahma dan makasih juga buat semua sahabat-sahabatku, kalian memang teman-teman terbaikku yang mampu mengahapus semua kesedihanku,”
” Itulah, gunanya sahabat Lit,” tambah Via.
*******
            Akhirnya Lita kembali menemukan sahabatnya lagi. Mereka berjanji nggak akan membiarkan Lita bersedih lagi. Dan mereka juga minta ma’af karena membiarkan Lita sendirian terus akhir-akhir ini. Bagi Lita Ahmad bukan lagi teman yang Lita anggap di turunkan oleh Tuhan dari langit. Kekaguman Lita pada Ahmad sebagai teman yang baik sebelumnya berubah menjadi kebencian yang sangat besar. Bahkan dia tidak mau lagi bicara dengan Ahmad. Keempat sahabatnya hanya bisa diam melihat sikap Lita yang dingin terhadap Ahmad. Karena mereka tahu bahwa mungkin berat bagi Lita untuk menerima semua itu. Bahkan keempat sahabatnya pun juga membenci Ahmad tapi bukan karena Lita. Tapi memang karena mereka telah mengetahui sifat Ahmad yang sesungguhnya. Akan tetapi, kebencian keempat sahabat Lita terhadap Ahmad itu masih belum begitu besar jika di bandingkan kebencian Lita terhadap ahmad.
            Teman dari langit, bagi Lita itu hanyalah hayalan Lita saja disela-sela kesendiriannya. Baginya sekarang teman dari langit itu tidak lagi ada. Yang ada hanyalah Ahmad, orang yang sangat ia benci selama-lamanya. Entah sampai kapan kebencian itu melekat di hati Lita. Yang jelas kebencian Lita itu telah menyegel hatinya untuk tidak mau lagi menerima kehadiran Ahmad dalam hidupnya bahkan hanya sebatas teman biasa pun ia enggan untuk melakukannya.
*******

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar