Jumat, 13 Juli 2018

Cinta




Aku masih termenung di atas ranjang tempat tidurku. Aku masih saja tak pernah bisa berhenti memikirkan mimpiku itu. Aku masih saja tak bisa mempercayainya, bahwa dia yang tak pernah lagi ku temui bertahun-tahun lamanya malah hadir dalam mimpiku. Aku masih tak percaya bahwa akhir-akhir ini mimpi tentangnya tak pernah tergantikan. Ada apa gerangan, batinku bertanya-tanya tanpa kutemukan jawabannya. Aku tak ingin membayangkan yang tidak-tidak, aku tak ingin sakit hati lagi. Aku rasa penantianku selama bertahun-tahun itu sudah cukup. Dan aku sudah bisa merelakan dia pergi.
            Tapi.... jujur aku masih benar-benar mengharapkannya. Akankah suatu hari nanti kami dipertemukan kembali? Dan akankah saat kita bertemu lagi, dia masih mengenaliku. Meski tak ingin berharap lebih, tapi aku tak pernah bisa memungkirinya bahwa aku masih mengharapkannya.
*******
            Hari ini hari pertama kalinya aku belajar praktek langsung di rumah sakit. Aku tak pernah menyangka sebelumya bahwa cita-citaku menjadi seorang dokter akhirnya terpenuhi, padahal aku hanya anak seorang buruh pabrik. Puji syukur tak pernah berhenti ku panjatku pada Tuhanku Maha Pengasih lagi maha Penyayang. Kutelusuri koridor rumah sakit dengan hati bangga. Setiap langkah ku lalui dengan lantunan do’a karena aku percaya bahwa dengan begitu setiap apa yang aku lakukan akan selalu mendapat ridho dari Tuhan.
            Dalam hidup aku tak pernah inginkan yang lainnya, selain menjadi dokter serta melihat senyum penuh kebanggaan yang tersungging di wajah orang tuaku, aku tak ingin apa-apa lagi. Bagiku Tuhan tlah memberi banyak padaku. Sekarang menjadi seorang dokterlah, aku akan abdikan diriku sebagai perantara Tuhan untuk bisa membantu pasien-pasienku agar dapat sembuh dari sakitnya.
*******
            Aku tak pernah membiarkan orang lain berterima kasih padaku atas kesembuhan yang mereka terima setelah menerima pengobatan dariku. Yang ku tahu dan kuyakini bahwa aku hanyalah perantara Tuhan, dan karena Tuhanlah mereka dapat sembuh dari penyakit-penyakit itu. Tanpa bantuan Tuhan aku hanyalah orang biasa yang mengenakan seragam putih-putih. Tapi berkat bantuan Tuhan aku menjadi orang yang lebih berguna dan mengabdikan hidupku untuk mereka yang membutuhkan pertolonganku.
            Jalanku terhenti ketika aku menabrak seseorang. Saking gembiranya aku sampai tak tahu jika ada orang yang berjalan di depanku. Aku meminta ma’af padanya, dan dia pun mema’afkanku. Tak hanya itu bahkan dia membantuku merapikan buku-bukuku yang jatuh berantakan.
” Lain kali kalau berjalan hati-hati mbak ya.....,” ucapnya.
” Eh, iya. Ma’af ya mas.....,”
” iya nggak apa-apa kok,”
*******
            Kami pun berpisah setelah peristiwa itu. Aku tak tahu siapa dia. Tapi dia juga mengenakan seragam putih sama dengan yang aku kenakan. Apakah dia seorang mahasiswa kedokteran juga ? Ataukah dia malah sudah lulus dan menjadi seorang dokter ? Pertanyaan-pertanyaan itu kian berkecamuk dalam pikiranku. Tapi aku tak menghiraukannya.
            Sesampainya di ruangan dokter yang menjadi atasanku aku diberi pengarahan. Dan ditunjukkan seorang dokter yang diatas angkatanku, yang telah banyak berpengalaman untuk membantuku dalam mengalami kesulitan-kesulitan saat aku memeriksa pasien-pasienku. Seketika itu aku terkejut, pasalnya dokter itu adalah orang yang aku tabrak di koridor tadi. Dengan paras muka yang dingin dia sedikit menyunggingkan senyum kearahku pertanda perkenalan.
*******
            Aku lebih terkejut lagi dibuatnya saat dia memperkenalkan namanya. Namanya adalah  Dr. Alif Sasmitra Wijaya dan nama panggilannya adalah Dr.Mitra. Aku sempat terdiam sejenak mendengar nama itu. Semua pikirku berkecamuk, berbagai macam pertanyaan berkecamuk. Akankah dia itu sebenarnya Kak Mitra teman masa kecilku dulu? Akankah dia Kak Mitra yang akhir-akhir ini selalu muncul di mimpiku? Akankah dia Kak Mitra malaikat pelindungku, sewaktu aku masih kecil dulu. Ah..... tak ku hiraukan lagi pikirku yang tidak-tidak itu. Aku pikir bagaimana mungkin aku bisa bertemu lagi dengannya setelah bertahun-tahun berpisah. Lagi pula kan tak mungkin hanya ada satu orang yang memiliki nama itu, mungkin masih banyak nama Mitra-mitra lainnya yang tak pernah kutemui.
            Dokter itulah yang membantuku tiap harinya. Mengajariku banyak hal yang tidak kumengerti. Meski berbeda Universitas tapi beliau sungguh tak merasa terbebani untuk membantuku. Bahkan meski kami harus berkompetisi untuk membawa nama baik kampus kami, beliau tak akan segan-segan bersaing dengan sportif. Dia tak pernah takut kehilangan ilmu-ilmu saat mengajariku. Baginya ilmu tak untuk dimiliki tapi untuk dibagi kepada siapa saja yang membutuhkannya meskipun itu adalah saingannya sendiri.
*******
            Kian hari aku kian mengaguminya. Sosoknya yang bisa menjadi sesosok kakak bagiku kian membuatku merasa nyaman didekatnya. Ah...apa yang ku pikirkan. Apakah aku sudah mulai menyukainya? Pikiran itu terbesit begitu saja dalam benakku. Tapi kenapa aku masih berfikir bahwa dokter itu adalah Kak Mitra, Kakak teman masa kecilku dulu. Memang benar sampai kinipun aku tak pernah tahu siapa nama lengkap Kak Mitra sebenarnya tapi tak hanya nama panggilannya saja yang sama namanya saja yang sama namun, sifat mereka pun sama. Bahkan keanehan yang sampai kini belum aku pecahkan dalam diri Kak Mitra pun aku temukan pada dokter itu.
            Kecurigaanku itu terlupakan ketika aku mendapat undangan reoni dari teman-teman satu SMAku dulu. Ya... sudah 3 tahun lamanya kami tidak bertemu rasa rindu yang begitu dalam pada teman-temanku itu membuat semua kecurigaanku pada dokter itu sirnah. Tapi sayangnya dalam reoni itu diharuskan membawa pasangan. Padahal seumur-umur belum pernah satu kalipun aku berpacaran, apalagi dekat dengan satu anak lelaki pun aku tak pernah. Aku termenung dalam lamunku memikirkan apa yang seharusnya kulakukan.
*******
” Ada apa Cin, kok dari tadi aku lihatin ngelamun aja,” tanya dokter itu padaku.
” Ah,,, nggak ada apa-apa kok dok,”
” Kamu boleh saja bilang nggak ada apa-apa, tapi matamu tak pernah bisa bohong Cin,”
” Benarkah,,,! Memangnya selain jadi dokter, Dr. Mitra juga punya profesi lain yach...?”
” Profesi lain, Maksudmu...?”
” Ya...profesi jadi peramal, dokter kan bisa meramal perasaan seseorang lewat mata mereka,”
” Ah, kamu itu, saya bilang serius-serius sama kamu, eh..kamu malah ngeledekin,”
” Emmm... ma’af ya dokter,,,aku cuman bercanda kok,,, jangan dimasukin hati ya,,,”
” Siiiiippplah,,, Tapi sebenarnya kamu ada masalah apa sih, siapa tahu saya bisa bantu,”
” Ah, dokter masih nggak percaya yach kalau aku nggak sedang ada masalah,”
” Kamu itu, kan sudah saya bilang, saya tahu dari tatapan matamu, kamu sepertinya sedang kebingungan. Kamu tahu mata adalah salah satu alat indra yang tidak pernah bisa bohong. Kamu juga pasti sudah tahu kalau Cinta biasanya terjadi dari mata dulu baru turun ke hati. Bukan begitu, cin,,,”
” Oke, aku nyerah deh dokter memang hebat. Sebenarnya aku malu menceritakannya pada dokter,”
” Malu kenapa Cin, anggap saja saya bukan sebagai kakak kelas yang harus selalu kamu hormati dan kamu takuti, tapi sebagai sebagai teman sebayamu,”
” Dokter, mana berani saya melakukan itu,”
” Memangnya kenapa, toh kita bebaskan berteman dengan siapapun. Atau mungkin kamu lagi yang nggak mau berteman sama saya,”
” Ah, bukan begitu maksud saya dokter, menurutku rasanya janggal saja jika saya melakukan itu pada dokter”
” Ya...sudah kalau begitu, saya nggak memaksa kamu untuk bercerita kok kalau kamu masih merasa canggung dengan saya,”
” Emmm....sebenarnya hari Sabtu besok aku ada acara reoni dengan teman-teman satu SMAku dulu dan dalam acara itu kita diharapkan membawa pasangan masing-masing, entah itu teman, kakak ataupun pacar,”
” Lantas,”
” Nah, itu dia masalahnya dokter, kakak saya tidak bisa hadir bersama saya karena umur kami berbeda jauh,”
” Truz kenapa kamu nggak ajak temen kamu atau pacar kamu,”
” Masalahnya,,,,,”
” Masalah apa?”
” Masalahnya aku nggak punya pacar dokter, bahkan teman laki-laki yang dekat denganku saja nggak ada,”
” Apa? Terus kamu gimana?”
” Ya...itu dia dokter. Di satu sisi saya kangen banget sama temen-temen saya, tapi disisi lain saya nggak punya pasangan untuk pergi kesana,”
” Kalau memang terpaksa, kenapa nggak pergi sendiri saja,”
” Yah...dokter. Saya ini nggak pernah berani pergi sendiri. Lagi pula saya malu di depan teman-teman saya kalau saya nggak punya pasangan, bahkan seorang temanpun,”
” Emmmm....gimana yach, teman saya Dr. Andre itu sudah pulang sih, padahal dia mungkin bisa membantumu untuk berpura-pura menjadi temanmu,”
” Apa? Dr. Andre yang jutek itu,,,”
” Apa??? Kamu bilang dia jutek,”
” Iya, beliau jutek banget sih, bahkan tak pernah tersenyum sama saya,”
” Jangan lihat orang dari tampangnya aja dong Cin, dia sebenarnya baik kok,”
” Kalau begitu gimana?”
” Emmm... nggak apa-apa deh dokter aku pikirin sendiri saja, dokter nggak perlu ikutan pusing mikirin masalah saya,”
” Ah, nggak apa-apa kok Cin, saya sudah menganggap kamu sebagai adik saya sendiri, jadi nggak apa-apakan kalau seorang kakak membantu kesulitan yang dihadapi adiknya,”
” Ah, terima kasih kak, ah...maksud saya dokter,”
” Aku lebih suka kamu panggil saya kakak saja, kesannya kita lebih akrab gitu,,lagipula ini sudah diluar jam kerja kan?”
” Emmm...baiklah kalau itu maunya dokter,”
” Kalau begitu gimana kalau saya saja yang temani kamu dalam acara reonian itu,”
” Apa??????”
*******
            Aku yang sedang makan bekal tersedak seketika itu. Ternyata Dr. Mitra mau membantu saya. Bahkan dia tak keberatan pura-pura menjadi teman baikku. Ah...aku tak menyangka bahwa dia sebaik itu. Aku mulai merasakan lagi sosok Kak Mitra yang ada pada dirinya. Tapi, sudahlah,,, toh dia bukan Kak Mitra, dia hanyalah seorang dokter yang baru-baru ini aku kenal,nggak mungkinlah kalau dia bisa menggantikan posisi Kak Mitra yang ada di hatiku.
”Hei, ada apa Cinta, kok kamu kelihatan kaget gitu,”
” Ah, nggak apa-apa, kok dok. Dokter  beneran mau bantuin saya, apa itu tidak merepotkan dokter,”
” Ya,,, enggaklah Cin, tapi ada syaratnya,”
” Apa syaratnya,”
” Kamu harus panggil saya Kakak,”
” Apa??? Kakak,”
” Iya kamu harus panggil saya Kak Mitra. Apa kamu keberatan?,”
” Ah, tidak. Tapi, kenapa harus Kak Mitra tidak bisakah memakai nama dokter yang lain,”
” Tidak,, sudah lama aku ingin mendengar seseorang memanggilku dengan nama itu lagi,”
” Maksud dokter?”
” Ya...dulu ada yang memanggil saya dengan nama itu, tapi setelah sekian lamanya aku menunggunya dia tak kunjung-kunjung datang, hingga aku begitu merindukan seseorang memanggilku dengan nama Kak Mitra bukan Dr. Mitra,”
*******
            Termenung sejenak aku dibuatnya. Pikirku mengenai kesamaanya dengan Kak Mitra yang ku kenal kini mencuat lagi. Pertanyaan apa benar dia itu Kak Mitra kembali terulang. Hampir saja aku pingsan mendengar syarat dari dokter itu untuk memanggilnya dengan nama Kak Mitra. Dokter itupun  membuyarkan renunganku seketika itu.
” Kamu kenapa sih Cin, jangan ngelamun saja lho...nanti kesambet baru tahu,”
” Eh, iya deh aku terima syarat dari dokter, ah maksudku Kak Mitra, ya...Kak Mitra,”
” Baguslahkalaubegitu, Deal,,,”
” Oke, deal,,,,,,”
*******
            Akupun menyetujui saran dari Dr. Mitra. Akhirnya hari yang aku tunggu-tunggu telah tiba. Hari ini hari yang sangat membahagiakan bagiku. Bagaimana tidak Tuhan telah memberiku jalan agar aku bisa bertemu dengan teman-teman lamaku. Teman-teman yang pernah berjuang mati-matian untuk membawa harum nama sekolah kami dan teman-teman yang selalu menghiburku disaat aku sedang gundah.
            Pukul 6.00 aku beranjak dari kos-kosanku. Dr. Mitra yang kos-kosannya juga tak jauh dari rumah sakit tempat kami bekerja itu sudah menungguku di depan pintu gerbang kos-kosan. Sembari bersandar di atas sepeda motornya itu, Dr. Mitra menungguku. Kulambaikan tanganku untuk memberi tanda kedatanganku. Hari ini bisa dibilang hari keberuntungan bagiku, pasalnya jadwal jagaku dan dokter Mitra kosong untuk hari Sabtu dan Minggu karena kita harus bergantian dengan Mahasiswa-mahasiswa lainnya, sehingga aku dapat menghadiri acara reonian itu.
” Dokter,,,”
” Lho, kamu sudah lupa ya sama persyaratannya,”
” Apa? Oh...ya aku lupa. Maksudku tadi Kak mitra ya... Kak Mitra. Jadi kita akan pergi ke Pasuruan naik sepeda motor,”
” Iya, kamu nggak keberatan kan?”
” Ah, enggak kok, aku malah kasihan sama dokter, eh maksudku Kak mitra jika harus capek-capek nyetir, mending kita naek angkutan umum saja,”
” Kalau naik angkutan umum itu lama Cin, kamu tahu sendirikan kalau Surabaya itu macet banget,”
” Ya, sudah terserah Kakak saja, kalau Kak Mitra nggak keberatan,  buatku nggak masalah naik apa saja,”
*******
            Udara pagi begitu merasuk tubuhku. Hingga Kak Mitra berhenti sejenak di tengah perjalanan untuk memberikan jaketnya padaku.
” Nih, pake’ Cin, kamu kenapa nggak bawa jaket sih sudah tahu pagi-pagi begini naik sepeda ,motor itu dingin banget,”
” Emmm...aku nggak mau saja kalau nanti bajuku nggak rapi, hehehe....,”
” Kamu, ini ingin tampil perfect ya..di depan teman-teman kamu, atau mungkin kamu lakukan itu untuk temanmu yang pernah kamu sukai semasa SMA ya....,” ledek Dr. Mitra.
” Ah, dokter ini. Jangan mulai lagi ya...ngeramalnya,”
” Ma’af aku kan cuman bercanda, hehehe....,”
*******
            Perjalanan pun berlanjut hingga tak terasa pukul sembilan tepat kami sampai di tempat acaranya. Semua mata serasa tertuju padaku, padahal aku tidak berdandan aneh-aneh, cuman mengenakan kemaja serta kerudung paris yang biasa aku kenakan, bahkan akupun tak merubah model kerudungku dari dulu. Ternyata mereka terheran-heran melihatku datang bersama Dr. Mitra.
” Hei, Cin...apa kabar? Lama nggak ketemu aku jadi kangen nih,” sapa Santi sahabatku.
” Iya, Cinta udah besar ya...sekarang udah punya pacar,” ledek Rahma.
” Iya, siapa dia Cin, kenalin dong,” sahut Via.
”Ah, ini. Ini dokter, eh...maksudku ini Kak Mitra, temen aku di rumah sakit tempatku magang sekarang,”
” Oh, jadi bukan pacar kamu yach,”
” Bu..bukan, kalian kan tahu mana ada yang mau jadi pacar orang sepertiku,”
” Yeah, itu bukan karena ada yang mau atau tidak, kamu saja yang tidak pernah mau membuka hatimu untuk orang lain, Cin...,” jelas Rahma.
” Ya, mungkin gitu. Terus bagaimana dengan kalian bertiga,”
” Itu, pacar-pacar kami sedang ngobrol bersama dengan anak laki-laki lainnya,”
” Oh,,,,itu mereka. Wah, kalian hebat yach,”
” Makannya buruan cari pacar, biar nggak jomblo terus, hehehe...,” ledek Santi.
” Bentar deh cin, siapa tadi namanya ?”
” Siapa ini, Kak Mitra,”
” Kak Mitra yach...., Oh ya...apa dia Kak Mitra yang sering kamu ceritakan sama aku, Iba dan Sisil sewaktu SMP dulu yach,”
” Ah,,, bukan-bukan, namanya saja yang mirip,”
” Apa benar, mungkin saja dia orangnya. Temanmu yang berpisah denganmu bertahun-tahun,” pikir Via.
            Via memang temanku dari SMP dia tahu semua hal tentangku, pasalnya selain dengan sahabatku Iba dan April, aku juga sering menceritakan tentang Kak Mitra padanya.
” Ah, kamu ini itukan sudah lama, nggak usah diingat-inggat lagi. Kalau memang dia Kak Mitra yang itu mana mungkin aku tidak mengenalinya,”
” Bisa saja Cinta, kamu tidak mengenalinya karena sudah terpisah selama bertahun-tahun darinya, dan wajahnya juga nggak mungkin tetap sama seperti dulu kan?”
” Ah, sudahlah kamu ini omongannya ngaco saja. Lagi pula kan banyak yang memiliki nama sama dengan Kak Mitra, nggak mungkin kan hanya Kak Mitra teman kecilku itu saja yang memiliki nama Mitra,”
” Mungkin juga kali yach,,,,”
” Ya...sudah, Cin, suruh Kak Mitra untuk gabung sama pacar-pacar kita saja. Daripada bengong sendirian disini,”
*******
            Dokter Mitra pun dengan mudahnya akrab dengan pacar sahabat-sahabatku. Akhirnya rindu yang selama ini kupendam untuk bisa berkumpul lagi dengan sahabat-sahabatkupun terobati. Senyum tak henti-hentinya tersungging diwajahku. Tapi, waktu tak pernah bisa berjalan lambat, dan perpisahan kami kembali terjadi. Tapi kami semua tetap selalu mengumpulkan uang yang dipegang oleh masing-masing teman satu Universitas dengan kami, yang kami tunjuk sebagai bendahara untuk mengumpulkan uang penyelenggaraan acara reonian.
            Aku dan Dr. Mitra pun bergegas pergi setelah acara usai. Kami lanjutkan perjalanan kami kembali ke Surabaya. Setibanya di tempat kos-kosanku Dr. Mitra tak langsung pergi, pasalnya ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan padaku.
” Terimah kasih banyak ya...dokter, eh...maksudku kak Mitra,”
” Iya, sama-sama. Emmm....Cin, bolehkah saya bertanya sesuatu padamu,”
” Bolehlah dokter, memangnya dokter mau menanyakan tentang apa?”
” Emmm...saya mau bertanya teman-teman kamu tadi bercerita tentang Kak Mitra lain, selain saya. Sebenarnya dia itu siapa sih Cin,,,”
” Apa??? Ma’af dokter, aku berterima kasih sekali atas semua kebaikan dokter pada saya. Tapi, ma’af saya tidak suka kalau dokter ikut campur dalam urusan pribadi saya. Ma’afkan pula jika perkataan saya pada dokter terdengar kasar,” ucapku sembari meninggalkan Dr. Mitra yang masih duduk di atas motornya.
” Ipul,,,,,” teriaknya padaku.
Akupun  tercenggang mendengar kata itu, pasalnya hanya Kak Mitra teman semasa kecil itu sajalah yang tahu julukan kecilku. Aku terhenti dari langkahku dan berbalik menghadap ke arah Dr. Mitra.
” Apa? Apa yang dokter katakan barusan?” tanyaku pada Dr. Mitra meminta kejelasan tentang apa yang baru saja dia katakan.
” Ipul, aku mengatakan Ipul, bukankah itu julukan masa kecilmu Cinta,”
” Apa, bagaimana dokter bisa tahu semua itu,”
” Ya...aku tahu, karena akulah Kak Mitra, teman kecilmu dulu. Kamu juga pasti masih ingatkan julukan untukku,”
” Apa? Apa dokter bercanda, itu tidak lucu dokter,”
” Cinta, aku nggak bohong. Akulah Kak Mitra, teman kecilmu,”
” Berikan satu bukti yang bisa menguatkan jika kamu benar-benar Kak Mitra, temanku,”
” Kau, pasti ingat bahwa aku dijuluki Midun dan kau dijuluki Ipul oleh teman-teman kita. Aku juga masih ingat kalau kita pernah membuat rumah pohon di atas pohon randu, Kita juga pernah bersama-sama mencari ikan disungai dan membakarnya bersama teman-teman yang lainnya di atas pohon,” jelasnya panjang labar.
” Cukup, aku sudah yakin bahwa kau adalah Kak Mitra. Kak Mitra teman kecilku dulu, ” ucapku sembari meneteskan air mata. Ternyata orang yang selama ini sangat ingin aku temui selama bertahun-tahun ternyata ada didepanku,”
” Ya...aku juga tidak sadar, bahwa kau adalah Cinta, Gadis kecil yang selalu kutunggu kedatangannya setiap liburan sekolah tiba. Ternyata kini ada di depan mataku,”
*******
            Akhirnya kami pun berpelukan untuk melepas rindu. Aku tak percaya bahwa Dr. Mitra yang selama ini kucuruigai sebagai Kak Mitra memang benar. Dia benar-benar Kak Mitra, orang yang sejak dulu aku kagumi. Oh...Tuhan, aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertemu dengannya. Terima kasih Tuhan, bagiku bertemu dengannya dalam mimpi setiap kupejamkan mata saja sudah membuatku senang. Dan sekarang Engkau mengabulkan keinginan yang bahkan tak berani aku minta padamu. Terima kasih Tuhan, atas kado terindahmu.
” Kak Mitra, aku masih nggak percaya kalau ini Kakak, Aku nggak percaya bahwa dugaan Via benar”
” Sama dek, Aku juga nggak menyangka bahwa kamu adalah dek Cinta, yang selalu aku tunggu-tunggu kedatanganmu. Dek kenapa sih kamu tiap liburan bahkan hari raya pun tak pernah lagi berkunjung ke rumah nenekmu,”
” Emmm....ma’af Kak Mitra, aku tak diizinkan lagi ke rumah nenek oleh orang tuaku. Kak Mitra mungkin tahu kejadian yang menimpa kakakku dulu. Sejak saat itu ayah melarang kami sekeluarga untuk pergi kesana,”
” Ya...aku tahu, mungkin ayahmu punya alasan yang kuat untuk melarangmu pergi kesana, Tapi...kau tahu. Setiap hari aku selalu menunggumu. Aku menunggu di gardu tempat ronda, aku menunggu di ayunan yang tergantung di pohon kersen depan rumahku, aku juga selalu menunggumu di ladang tempat biasa kau datang bersama ibumu,”
” Ma’afkan aku, Kak Mitra. Aku tidak tahu kalau Kak Mitra masih mengingatku. Aku pikir Kakak sudah melupakanku,”
” Kenapa kamu berfikir begitu,”
” Ya...setiap kali aku pergi ke rumah nenek aku selalu tak pernah bisa melihat kakak berjalan di depan rumah nenekku. Paling-paling hanya satu kali aku lihat kakak, saat aku tunggu lagi agar bisa melihat kakak untuk kedua kalinya, kakak malah tak pernah muncul. Kakak selalu misterius, persis seperti kakak yang selalu tiba-tiba menghilang saat kita sedang asyik-asyiknya bermain. Memangnya ada apa sih kak, apa ada yang kakak sembunyikan ?” tanyaku.
            Akhirnya aku bertanya tentang pertanyaan yang selalu menggangguku sejak dulu. Aku sangat menunggu jawaban dari kak Mitra. Tapi....Kak Mitra hanya menjawab...
” Suatu hari nanti kamu pasti akan tahu jawabannya sendiri, dek Cinta. Aku nggak mau menjelaskannya padamu. Tunggulah sampai saatnya tiba, sampai kamu bisa menemukan jawaban itu sendiri,”
” Baiklah, bukan Kak Mitra namanya kalau tidak misterius, hehehe......,”
*******
            Kamipun saling berbincang-bincang seharian penuh. Kami kembali mengenang masa-masa kecil kami dulu, memang aku dan Kak Mitra tidak begitu akrab itu karena Kak Mitra yang selalu tiba-tiba menghilang saat kita sedang bermain bersama-sama. Aku masih teringat jelas tentang kenangan-kenangan yang Kak Mitra ceritakan untuk menguatkan bahwa dia benar-benar Kak Mitra.
Akupun masih ingat saat kami semua bermain di ladang mencari tebu dan bermain layang-layang bersama. Masih teringat jelas kemarahan nenek padaku karena Aku, Kak Mitra dan Dania yang pulang terlalu sore hingga kita lupa sholat Ashar karena asyik mencari ikan di sungai. Tidak hanya aku tapi ternyata ingtan Kak Mitra pun begitu sempurna.
” Oh, ya dek aku masih ingat lho kengan saat naik sepur kelinci,”
” Apa? Kakak masih ingat,”
” Iya, aku masih ingat bahwa ada seorang gadis kecil yang menangis karena tidak bisa duduk dibangku depan denganku dan Dania,”
” Ah, Kakak ngeledek yach,”
” Yeah, aku kan nggak bilang kalau gadis kecil itu kamu, hehehe....,”
” Ah, kakak.....,” seruku sembari memukulnya.
” Emang, kenapa sih dek kok nangis, jangan-jangan kamu cemburu yach aku satu bangku dengan Dania,”
” Ah, kakak itukan cerita masa lalu, jangan diungkit deh,”
” Lho, dek kenapa pipi kamu jadi merah gitu,”
” Tuh, kan kakak meledek lagi,”
            Kak Mitra pun mendekapku dengan erat. Akhirnya kerinduan yang sama-sama kita rasakan sudah terobati. Semua yang kami rasa tidak mungkin, menjadi mungkin karena kuasa Tuhan. Ya....Tuhan mampu melakukan segalanya, bahkan sesuatu yang kita anggap mustahil terjadi, menjadi mungkin bila Tuhan menghendaki.
Selamanya kami berjanji nggak akan saling melupakan lagi. Meski tak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan nanti, kami hanya percaya sejauh apapun waktu kan memisahkan kami, sejauh apapun jarak kan memisahkan kami, Kami tak akan pernah lupa satu sama lain. Bahkan kenangan masa-masa kecil kami  akan kami bingkai dengan indah dalam memori kami. Selamanya....sampai ajal memisahkan kami, aku pun akan terus mencari tahu jati diri Kak Mitra dan kemisteriusannya itu.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar