Aku masih termenung di atas ranjang tempat
tidurku. Aku
masih saja tak pernah bisa berhenti memikirkan mimpiku itu. Aku masih saja tak
bisa mempercayainya, bahwa dia yang tak pernah lagi ku temui bertahun-tahun
lamanya malah hadir dalam mimpiku. Aku masih tak percaya bahwa akhir-akhir ini
mimpi tentangnya tak pernah tergantikan. Ada apa gerangan, batinku
bertanya-tanya tanpa kutemukan jawabannya. Aku tak ingin membayangkan yang
tidak-tidak, aku tak ingin sakit hati lagi. Aku rasa penantianku selama bertahun-tahun
itu sudah cukup. Dan aku sudah bisa merelakan dia pergi.
Tapi.... jujur aku masih benar-benar
mengharapkannya. Akankah
suatu hari nanti kami dipertemukan kembali? Dan akankah saat kita bertemu lagi,
dia masih mengenaliku. Meski tak ingin berharap lebih, tapi aku tak pernah bisa
memungkirinya bahwa aku masih mengharapkannya.
*******
Hari ini hari pertama kalinya aku belajar
praktek langsung di rumah sakit. Aku tak pernah menyangka sebelumya bahwa
cita-citaku menjadi seorang dokter akhirnya terpenuhi, padahal aku hanya anak
seorang buruh pabrik. Puji
syukur tak pernah berhenti ku panjatku pada Tuhanku Maha Pengasih lagi maha
Penyayang. Kutelusuri koridor rumah sakit dengan hati bangga. Setiap langkah ku
lalui dengan lantunan do’a karena aku percaya bahwa dengan begitu setiap apa
yang aku lakukan akan selalu mendapat ridho dari Tuhan.
Dalam
hidup aku tak pernah inginkan yang lainnya, selain menjadi dokter serta melihat
senyum penuh kebanggaan yang tersungging di wajah orang tuaku, aku tak ingin apa-apa
lagi. Bagiku Tuhan tlah memberi banyak padaku. Sekarang menjadi seorang
dokterlah, aku akan abdikan diriku sebagai perantara Tuhan untuk bisa membantu
pasien-pasienku agar dapat sembuh dari sakitnya.
*******
Aku
tak pernah membiarkan orang lain berterima kasih padaku atas kesembuhan yang
mereka terima setelah menerima pengobatan dariku. Yang ku tahu dan kuyakini
bahwa aku hanyalah perantara Tuhan, dan karena Tuhanlah mereka dapat sembuh
dari penyakit-penyakit itu. Tanpa bantuan Tuhan aku hanyalah orang biasa yang
mengenakan seragam putih-putih. Tapi berkat bantuan Tuhan aku menjadi orang
yang lebih berguna dan mengabdikan hidupku untuk mereka yang membutuhkan
pertolonganku.
Jalanku
terhenti ketika aku menabrak seseorang. Saking gembiranya aku sampai tak tahu
jika ada orang yang berjalan di depanku. Aku meminta ma’af padanya, dan dia pun
mema’afkanku. Tak hanya itu bahkan dia membantuku merapikan buku-bukuku yang
jatuh berantakan.
” Lain kali kalau berjalan hati-hati mbak
ya.....,” ucapnya.
” Eh, iya. Ma’af ya mas.....,”
” iya nggak apa-apa kok,”
*******
Kami
pun berpisah setelah peristiwa itu. Aku tak tahu siapa dia. Tapi dia juga mengenakan seragam putih sama
dengan yang aku kenakan. Apakah dia seorang mahasiswa kedokteran juga ? Ataukah
dia malah sudah lulus dan menjadi seorang dokter ? Pertanyaan-pertanyaan itu
kian berkecamuk dalam pikiranku. Tapi aku tak menghiraukannya.
Sesampainya
di ruangan dokter yang menjadi atasanku aku diberi pengarahan. Dan ditunjukkan
seorang dokter yang diatas angkatanku, yang telah banyak berpengalaman untuk
membantuku dalam mengalami kesulitan-kesulitan saat aku memeriksa pasien-pasienku.
Seketika itu aku terkejut, pasalnya dokter itu adalah orang yang aku tabrak di
koridor tadi. Dengan paras muka yang dingin dia sedikit menyunggingkan senyum
kearahku pertanda perkenalan.
*******
Aku
lebih terkejut lagi dibuatnya saat dia memperkenalkan namanya. Namanya
adalah Dr. Alif Sasmitra Wijaya dan nama
panggilannya adalah Dr.Mitra. Aku sempat terdiam sejenak mendengar nama itu.
Semua pikirku berkecamuk, berbagai macam pertanyaan berkecamuk. Akankah dia itu
sebenarnya Kak Mitra teman masa kecilku dulu? Akankah dia Kak Mitra yang
akhir-akhir ini selalu muncul di mimpiku? Akankah dia Kak Mitra malaikat pelindungku,
sewaktu aku masih kecil dulu. Ah..... tak ku hiraukan lagi pikirku yang
tidak-tidak itu. Aku pikir bagaimana mungkin aku bisa bertemu lagi dengannya
setelah bertahun-tahun berpisah. Lagi pula kan tak mungkin hanya ada satu orang
yang memiliki nama itu, mungkin masih banyak nama Mitra-mitra lainnya yang tak
pernah kutemui.
Dokter
itulah yang membantuku tiap harinya. Mengajariku banyak hal yang tidak kumengerti. Meski
berbeda Universitas tapi beliau sungguh tak merasa terbebani untuk membantuku.
Bahkan meski kami harus berkompetisi untuk membawa nama baik kampus kami,
beliau tak akan segan-segan bersaing dengan sportif. Dia tak pernah takut
kehilangan ilmu-ilmu saat mengajariku. Baginya ilmu tak untuk dimiliki tapi
untuk dibagi kepada siapa saja yang membutuhkannya meskipun itu adalah
saingannya sendiri.
*******
Kian
hari aku kian mengaguminya. Sosoknya yang bisa menjadi sesosok kakak bagiku
kian membuatku merasa nyaman didekatnya. Ah...apa yang ku pikirkan. Apakah aku
sudah mulai menyukainya? Pikiran itu terbesit begitu saja dalam benakku. Tapi
kenapa aku masih berfikir bahwa dokter itu adalah Kak Mitra, Kakak teman masa
kecilku dulu. Memang benar sampai kinipun aku tak pernah tahu siapa nama
lengkap Kak Mitra sebenarnya tapi tak hanya nama panggilannya saja yang sama
namanya saja yang sama namun, sifat mereka pun sama. Bahkan keanehan yang
sampai kini belum aku pecahkan dalam diri Kak Mitra pun aku temukan pada dokter
itu.
Kecurigaanku itu terlupakan ketika aku
mendapat undangan reoni dari teman-teman satu SMAku dulu. Ya... sudah 3 tahun
lamanya kami tidak bertemu rasa rindu yang begitu dalam pada teman-temanku itu
membuat semua kecurigaanku pada dokter itu sirnah. Tapi sayangnya dalam reoni
itu diharuskan membawa pasangan. Padahal seumur-umur belum pernah satu kalipun
aku berpacaran, apalagi dekat dengan satu anak lelaki pun aku tak pernah. Aku
termenung dalam lamunku memikirkan apa yang seharusnya kulakukan.
*******
” Ada apa Cin, kok dari tadi aku lihatin
ngelamun aja,” tanya dokter itu padaku.
” Ah,,, nggak ada apa-apa kok dok,”
” Kamu boleh saja bilang nggak ada apa-apa,
tapi matamu tak pernah bisa bohong Cin,”
” Benarkah,,,! Memangnya selain jadi dokter,
Dr. Mitra juga punya profesi lain yach...?”
” Profesi lain, Maksudmu...?”
” Ya...profesi jadi peramal, dokter kan bisa
meramal perasaan seseorang lewat mata mereka,”
” Ah, kamu itu, saya bilang serius-serius
sama kamu, eh..kamu malah ngeledekin,”
” Emmm... ma’af ya dokter,,,aku cuman
bercanda kok,,, jangan dimasukin hati ya,,,”
” Siiiiippplah,,, Tapi sebenarnya kamu ada
masalah apa sih, siapa tahu saya bisa bantu,”
” Ah, dokter masih nggak percaya yach kalau
aku nggak sedang ada masalah,”
” Kamu itu, kan sudah saya bilang, saya tahu
dari tatapan matamu, kamu sepertinya sedang kebingungan. Kamu tahu mata adalah
salah satu alat indra yang tidak pernah bisa bohong. Kamu juga pasti sudah tahu
kalau Cinta biasanya terjadi dari mata dulu baru turun ke hati. Bukan begitu,
cin,,,”
” Oke, aku nyerah deh dokter memang hebat.
Sebenarnya aku malu menceritakannya pada dokter,”
” Malu kenapa Cin, anggap saja saya bukan
sebagai kakak kelas yang harus selalu kamu hormati dan kamu takuti, tapi
sebagai sebagai teman sebayamu,”
” Dokter, mana berani saya melakukan itu,”
” Memangnya kenapa, toh kita bebaskan
berteman dengan siapapun. Atau mungkin kamu lagi yang nggak mau berteman sama
saya,”
” Ah, bukan begitu maksud saya dokter,
menurutku rasanya janggal saja jika saya melakukan itu pada dokter”
” Ya...sudah kalau begitu, saya nggak memaksa
kamu untuk bercerita kok kalau kamu masih merasa canggung dengan saya,”
” Emmm....sebenarnya hari Sabtu besok aku ada
acara reoni dengan teman-teman satu SMAku dulu dan dalam acara itu kita
diharapkan membawa pasangan masing-masing, entah itu teman, kakak ataupun
pacar,”
” Lantas,”
” Nah, itu dia masalahnya dokter, kakak saya
tidak bisa hadir bersama saya karena umur kami berbeda jauh,”
” Truz kenapa kamu nggak ajak temen kamu atau
pacar kamu,”
” Masalahnya,,,,,”
” Masalah apa?”
” Masalahnya aku nggak punya pacar dokter,
bahkan teman laki-laki yang dekat denganku saja nggak ada,”
” Apa? Terus kamu gimana?”
” Ya...itu dia dokter. Di satu sisi saya
kangen banget sama temen-temen saya, tapi disisi lain saya nggak punya pasangan
untuk pergi kesana,”
” Kalau memang terpaksa, kenapa nggak pergi
sendiri saja,”
” Yah...dokter. Saya ini nggak pernah berani
pergi sendiri. Lagi pula saya malu di depan teman-teman saya kalau saya nggak
punya pasangan, bahkan seorang temanpun,”
” Emmmm....gimana yach, teman saya Dr. Andre
itu sudah pulang sih, padahal dia mungkin bisa membantumu untuk berpura-pura
menjadi temanmu,”
” Apa? Dr. Andre yang jutek itu,,,”
” Apa??? Kamu bilang dia jutek,”
” Iya, beliau jutek banget sih, bahkan tak
pernah tersenyum sama saya,”
” Jangan lihat orang dari tampangnya aja dong
Cin, dia sebenarnya baik kok,”
” Kalau begitu gimana?”
” Emmm... nggak apa-apa deh dokter aku
pikirin sendiri saja, dokter nggak perlu ikutan pusing mikirin masalah saya,”
” Ah, nggak apa-apa kok Cin, saya sudah
menganggap kamu sebagai adik saya sendiri, jadi nggak apa-apakan kalau seorang
kakak membantu kesulitan yang dihadapi adiknya,”
” Ah, terima kasih kak, ah...maksud saya
dokter,”
” Aku lebih suka kamu panggil saya kakak
saja, kesannya kita lebih akrab gitu,,lagipula ini sudah diluar jam kerja kan?”
” Emmm...baiklah kalau itu maunya dokter,”
” Kalau begitu gimana kalau saya saja yang
temani kamu dalam acara reonian itu,”
” Apa??????”
*******
Aku yang sedang makan bekal tersedak seketika
itu. Ternyata Dr. Mitra mau membantu saya. Bahkan dia tak keberatan pura-pura
menjadi teman baikku. Ah...aku tak menyangka bahwa dia sebaik itu. Aku mulai
merasakan lagi sosok Kak Mitra yang ada pada dirinya. Tapi, sudahlah,,, toh dia
bukan Kak Mitra, dia hanyalah seorang dokter yang baru-baru ini aku kenal,nggak
mungkinlah kalau dia bisa menggantikan posisi Kak Mitra yang ada di hatiku.
”Hei, ada apa Cinta, kok kamu kelihatan kaget
gitu,”
” Ah, nggak apa-apa, kok dok. Dokter beneran mau bantuin saya, apa itu tidak
merepotkan dokter,”
” Ya,,, enggaklah Cin, tapi ada syaratnya,”
” Apa syaratnya,”
” Kamu harus panggil saya Kakak,”
” Apa??? Kakak,”
” Iya kamu harus panggil saya Kak Mitra. Apa
kamu keberatan?,”
” Ah, tidak. Tapi, kenapa harus Kak Mitra
tidak bisakah memakai nama dokter yang lain,”
” Tidak,, sudah lama aku ingin mendengar
seseorang memanggilku dengan nama itu lagi,”
” Maksud dokter?”
” Ya...dulu ada yang memanggil saya dengan
nama itu, tapi setelah sekian lamanya aku menunggunya dia tak kunjung-kunjung
datang, hingga aku begitu merindukan seseorang memanggilku dengan nama Kak
Mitra bukan Dr. Mitra,”
*******
Termenung
sejenak aku dibuatnya. Pikirku mengenai kesamaanya dengan Kak Mitra yang ku
kenal kini mencuat lagi. Pertanyaan apa benar dia itu Kak Mitra kembali
terulang. Hampir saja aku pingsan mendengar syarat dari dokter itu untuk
memanggilnya dengan nama Kak Mitra. Dokter itupun membuyarkan renunganku seketika itu.
” Kamu kenapa sih Cin, jangan ngelamun saja
lho...nanti kesambet baru tahu,”
” Eh, iya deh aku terima syarat dari dokter,
ah maksudku Kak Mitra, ya...Kak Mitra,”
” Baguslahkalaubegitu, Deal,,,”
” Oke,
deal,,,,,,”
*******
Akupun menyetujui saran dari Dr. Mitra.
Akhirnya hari yang aku tunggu-tunggu telah tiba. Hari ini hari yang sangat
membahagiakan bagiku. Bagaimana tidak Tuhan telah memberiku jalan agar aku bisa
bertemu dengan teman-teman lamaku. Teman-teman yang pernah berjuang mati-matian
untuk membawa harum nama sekolah kami dan teman-teman yang selalu menghiburku
disaat aku sedang gundah.
Pukul
6.00 aku beranjak dari kos-kosanku. Dr. Mitra yang kos-kosannya juga tak jauh
dari rumah sakit tempat kami bekerja itu sudah menungguku di depan pintu
gerbang kos-kosan. Sembari
bersandar di atas sepeda motornya itu, Dr. Mitra menungguku. Kulambaikan
tanganku untuk memberi tanda kedatanganku. Hari ini bisa dibilang hari
keberuntungan bagiku, pasalnya jadwal jagaku dan dokter Mitra kosong untuk hari
Sabtu dan Minggu karena kita harus bergantian dengan Mahasiswa-mahasiswa
lainnya, sehingga aku dapat menghadiri acara reonian itu.
” Dokter,,,”
” Lho, kamu sudah lupa ya sama
persyaratannya,”
” Apa? Oh...ya aku lupa. Maksudku tadi Kak
mitra ya... Kak
Mitra. Jadi kita akan pergi ke Pasuruan naik sepeda motor,”
” Iya, kamu nggak keberatan kan?”
” Ah, enggak kok, aku malah kasihan sama
dokter, eh maksudku Kak mitra jika harus capek-capek nyetir, mending kita naek
angkutan umum saja,”
” Kalau naik angkutan umum itu lama Cin, kamu
tahu sendirikan kalau Surabaya itu macet banget,”
” Ya, sudah terserah Kakak saja, kalau Kak
Mitra nggak keberatan, buatku nggak
masalah naik apa saja,”
*******
Udara
pagi begitu merasuk tubuhku. Hingga Kak Mitra berhenti sejenak di tengah
perjalanan untuk memberikan jaketnya padaku.
” Nih, pake’ Cin, kamu kenapa nggak bawa
jaket sih sudah tahu pagi-pagi begini naik sepeda ,motor itu dingin banget,”
” Emmm...aku nggak mau saja kalau nanti
bajuku nggak rapi, hehehe....,”
” Kamu, ini ingin tampil perfect ya..di depan
teman-teman kamu, atau mungkin kamu lakukan itu untuk temanmu yang pernah kamu
sukai semasa SMA ya....,” ledek Dr. Mitra.
” Ah, dokter ini. Jangan mulai lagi
ya...ngeramalnya,”
” Ma’af aku kan cuman bercanda, hehehe....,”
*******
Perjalanan
pun berlanjut hingga tak terasa pukul sembilan tepat kami sampai di tempat
acaranya. Semua mata serasa tertuju padaku, padahal aku tidak berdandan
aneh-aneh, cuman mengenakan kemaja serta kerudung paris yang biasa aku kenakan,
bahkan akupun tak merubah model kerudungku dari dulu. Ternyata mereka
terheran-heran melihatku datang bersama Dr. Mitra.
” Hei, Cin...apa kabar? Lama nggak ketemu aku jadi kangen nih,” sapa
Santi sahabatku.
” Iya, Cinta udah besar ya...sekarang udah
punya pacar,” ledek Rahma.
” Iya, siapa dia Cin, kenalin dong,” sahut
Via.
”Ah, ini. Ini dokter, eh...maksudku ini Kak
Mitra, temen aku di rumah sakit tempatku magang sekarang,”
” Oh, jadi bukan pacar kamu yach,”
” Bu..bukan, kalian kan tahu mana ada yang
mau jadi pacar orang sepertiku,”
” Yeah, itu bukan karena ada yang mau atau
tidak, kamu saja yang tidak pernah mau membuka hatimu untuk orang lain,
Cin...,” jelas Rahma.
” Ya, mungkin gitu. Terus bagaimana dengan
kalian bertiga,”
” Itu, pacar-pacar kami sedang ngobrol
bersama dengan anak laki-laki lainnya,”
” Oh,,,,itu mereka. Wah, kalian hebat yach,”
” Makannya buruan cari pacar, biar nggak
jomblo terus, hehehe...,” ledek Santi.
” Bentar deh cin, siapa tadi namanya ?”
” Siapa ini, Kak Mitra,”
” Kak Mitra yach...., Oh ya...apa dia Kak
Mitra yang sering kamu ceritakan sama aku, Iba dan Sisil sewaktu SMP dulu
yach,”
” Ah,,, bukan-bukan, namanya saja yang
mirip,”
” Apa benar, mungkin saja dia orangnya.
Temanmu yang berpisah denganmu bertahun-tahun,” pikir Via.
Via
memang temanku dari SMP dia tahu semua hal tentangku, pasalnya selain dengan
sahabatku Iba dan April, aku juga sering menceritakan tentang Kak Mitra
padanya.
” Ah, kamu ini itukan sudah lama, nggak usah
diingat-inggat lagi. Kalau memang dia Kak Mitra yang itu mana mungkin aku tidak
mengenalinya,”
” Bisa saja Cinta, kamu tidak mengenalinya
karena sudah terpisah selama bertahun-tahun darinya, dan wajahnya juga nggak
mungkin tetap sama seperti dulu kan?”
” Ah, sudahlah kamu ini omongannya ngaco
saja. Lagi pula kan banyak yang memiliki nama sama dengan Kak Mitra, nggak
mungkin kan hanya Kak Mitra teman kecilku itu saja yang memiliki nama Mitra,”
” Mungkin juga kali yach,,,,”
” Ya...sudah, Cin, suruh Kak Mitra untuk
gabung sama pacar-pacar kita saja. Daripada bengong sendirian disini,”
*******
Dokter
Mitra pun dengan mudahnya akrab dengan pacar sahabat-sahabatku. Akhirnya rindu
yang selama ini kupendam untuk bisa berkumpul lagi dengan sahabat-sahabatkupun
terobati. Senyum tak henti-hentinya tersungging diwajahku. Tapi, waktu tak
pernah bisa berjalan lambat, dan perpisahan kami kembali terjadi. Tapi kami
semua tetap selalu mengumpulkan uang yang dipegang oleh masing-masing teman
satu Universitas dengan kami, yang kami tunjuk sebagai bendahara untuk
mengumpulkan uang penyelenggaraan acara reonian.
Aku
dan Dr. Mitra pun bergegas pergi setelah acara usai. Kami lanjutkan perjalanan kami kembali ke
Surabaya. Setibanya di tempat kos-kosanku Dr. Mitra tak langsung pergi,
pasalnya ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan padaku.
” Terimah kasih banyak ya...dokter,
eh...maksudku kak Mitra,”
” Iya, sama-sama. Emmm....Cin, bolehkah saya
bertanya sesuatu padamu,”
” Bolehlah dokter, memangnya dokter mau
menanyakan tentang apa?”
” Emmm...saya mau bertanya teman-teman kamu
tadi bercerita tentang Kak Mitra lain, selain saya. Sebenarnya dia itu siapa
sih Cin,,,”
” Apa??? Ma’af dokter, aku berterima kasih
sekali atas semua kebaikan dokter pada saya. Tapi, ma’af saya tidak suka kalau
dokter ikut campur dalam urusan pribadi saya. Ma’afkan pula jika perkataan saya
pada dokter terdengar kasar,” ucapku sembari meninggalkan Dr. Mitra yang masih
duduk di atas motornya.
” Ipul,,,,,” teriaknya padaku.
Akupun
tercenggang mendengar kata itu, pasalnya hanya Kak Mitra teman semasa
kecil itu sajalah yang tahu julukan kecilku. Aku terhenti dari langkahku dan
berbalik menghadap ke arah Dr. Mitra.
” Apa? Apa yang dokter katakan barusan?”
tanyaku pada Dr. Mitra meminta kejelasan tentang apa yang baru saja dia
katakan.
” Ipul, aku mengatakan Ipul, bukankah itu
julukan masa kecilmu Cinta,”
” Apa, bagaimana dokter bisa tahu semua itu,”
” Ya...aku tahu, karena akulah Kak Mitra,
teman kecilmu dulu. Kamu juga pasti masih ingatkan julukan untukku,”
” Apa? Apa dokter bercanda, itu tidak lucu
dokter,”
” Cinta, aku nggak bohong. Akulah Kak Mitra,
teman kecilmu,”
” Berikan satu bukti yang bisa menguatkan
jika kamu benar-benar Kak Mitra, temanku,”
” Kau, pasti ingat bahwa aku dijuluki Midun
dan kau dijuluki Ipul oleh teman-teman kita. Aku juga masih ingat kalau kita
pernah membuat rumah pohon di atas pohon randu, Kita juga pernah bersama-sama
mencari ikan disungai dan membakarnya bersama teman-teman yang lainnya di atas
pohon,” jelasnya panjang labar.
” Cukup, aku sudah yakin bahwa kau adalah Kak
Mitra. Kak Mitra teman kecilku dulu, ” ucapku sembari meneteskan air mata.
Ternyata orang yang selama ini sangat ingin aku temui selama bertahun-tahun
ternyata ada didepanku,”
” Ya...aku juga tidak sadar, bahwa kau adalah
Cinta, Gadis kecil yang selalu kutunggu kedatangannya setiap liburan sekolah
tiba. Ternyata kini ada di depan mataku,”
*******
Akhirnya
kami pun berpelukan untuk melepas rindu. Aku tak percaya bahwa Dr. Mitra yang selama
ini kucuruigai sebagai Kak Mitra memang benar. Dia benar-benar Kak Mitra, orang yang sejak
dulu aku kagumi. Oh...Tuhan, aku tak pernah menyangka bahwa aku bisa bertemu
dengannya. Terima kasih Tuhan, bagiku bertemu dengannya dalam mimpi setiap
kupejamkan mata saja sudah membuatku senang. Dan sekarang Engkau mengabulkan
keinginan yang bahkan tak berani aku minta padamu. Terima kasih Tuhan, atas
kado terindahmu.
” Kak Mitra, aku masih nggak percaya kalau
ini Kakak, Aku nggak percaya bahwa dugaan Via benar”
” Sama dek, Aku juga nggak menyangka bahwa
kamu adalah dek Cinta, yang selalu aku tunggu-tunggu kedatanganmu. Dek kenapa
sih kamu tiap liburan bahkan hari raya pun tak pernah lagi berkunjung ke rumah
nenekmu,”
” Emmm....ma’af Kak Mitra, aku tak diizinkan
lagi ke rumah nenek oleh orang tuaku. Kak Mitra mungkin tahu kejadian yang
menimpa kakakku dulu. Sejak saat itu ayah melarang kami sekeluarga untuk pergi
kesana,”
” Ya...aku tahu, mungkin ayahmu punya alasan
yang kuat untuk melarangmu pergi kesana, Tapi...kau tahu. Setiap hari aku
selalu menunggumu. Aku menunggu di gardu tempat ronda, aku menunggu di ayunan
yang tergantung di pohon kersen depan rumahku, aku juga selalu menunggumu di
ladang tempat biasa kau datang bersama ibumu,”
” Ma’afkan aku, Kak Mitra. Aku tidak tahu
kalau Kak Mitra masih mengingatku. Aku pikir Kakak sudah melupakanku,”
” Kenapa kamu berfikir begitu,”
” Ya...setiap kali aku pergi ke rumah nenek
aku selalu tak pernah bisa melihat kakak berjalan di depan rumah nenekku.
Paling-paling hanya satu kali aku lihat kakak, saat aku tunggu lagi agar bisa
melihat kakak untuk kedua kalinya, kakak malah tak pernah muncul. Kakak selalu
misterius, persis seperti kakak yang selalu tiba-tiba menghilang saat kita
sedang asyik-asyiknya bermain. Memangnya ada apa sih kak, apa ada yang kakak
sembunyikan ?” tanyaku.
Akhirnya
aku bertanya tentang pertanyaan yang selalu menggangguku sejak dulu. Aku sangat
menunggu jawaban dari kak Mitra. Tapi....Kak Mitra hanya menjawab...
” Suatu hari nanti kamu pasti akan tahu
jawabannya sendiri, dek Cinta. Aku nggak mau menjelaskannya padamu. Tunggulah
sampai saatnya tiba, sampai kamu bisa menemukan jawaban itu sendiri,”
” Baiklah, bukan Kak Mitra namanya kalau
tidak misterius, hehehe......,”
*******
Kamipun saling berbincang-bincang seharian
penuh. Kami kembali mengenang masa-masa kecil kami dulu, memang aku dan Kak
Mitra tidak begitu akrab itu karena Kak Mitra yang selalu tiba-tiba menghilang
saat kita sedang bermain bersama-sama. Aku masih teringat jelas tentang
kenangan-kenangan yang Kak Mitra ceritakan untuk menguatkan bahwa dia
benar-benar Kak Mitra.
Akupun masih ingat saat kami semua bermain di
ladang mencari tebu dan bermain layang-layang bersama. Masih teringat jelas
kemarahan nenek padaku karena Aku, Kak Mitra dan Dania yang pulang terlalu sore
hingga kita lupa sholat Ashar karena asyik mencari ikan di sungai. Tidak hanya
aku tapi ternyata ingtan Kak Mitra pun begitu sempurna.
” Oh, ya dek aku masih ingat lho kengan saat
naik sepur kelinci,”
” Apa? Kakak masih ingat,”
” Iya, aku masih ingat bahwa ada seorang
gadis kecil yang menangis karena tidak bisa duduk dibangku depan denganku dan
Dania,”
” Ah, Kakak ngeledek yach,”
” Yeah, aku kan nggak bilang kalau gadis
kecil itu kamu, hehehe....,”
” Ah, kakak.....,” seruku sembari memukulnya.
” Emang, kenapa sih dek kok nangis,
jangan-jangan kamu cemburu yach aku satu bangku dengan Dania,”
” Ah, kakak itukan cerita masa lalu, jangan
diungkit deh,”
” Lho, dek kenapa pipi kamu jadi merah gitu,”
” Tuh, kan kakak meledek lagi,”
Kak
Mitra pun mendekapku dengan erat. Akhirnya kerinduan yang sama-sama kita rasakan sudah terobati. Semua yang
kami rasa tidak mungkin, menjadi mungkin karena kuasa Tuhan. Ya....Tuhan mampu
melakukan segalanya, bahkan sesuatu yang kita anggap mustahil terjadi, menjadi
mungkin bila Tuhan menghendaki.
Selamanya kami berjanji nggak akan saling
melupakan lagi. Meski tak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan nanti, kami
hanya percaya sejauh apapun waktu kan memisahkan kami, sejauh apapun jarak kan
memisahkan kami, Kami tak akan pernah lupa satu sama lain. Bahkan kenangan
masa-masa kecil kami akan kami bingkai
dengan indah dalam memori kami. Selamanya....sampai ajal memisahkan kami, aku
pun akan terus mencari tahu jati diri Kak Mitra dan kemisteriusannya itu.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar