Jumat, 13 Juli 2018

Diantara Dua Pilihan




Text Box: By Khudaifa SariTik….tik…..tik….. tik……terdengar suara gemercik air hujan yang tak henti menemani malam yang semakin larut. Seakan beradu dengan suara jam dinding yang bergerak cepat. Beberapa menit kemudian titik- titik air hujan beralih menjadi hujan yang begitu deras disertai angin kencang. Tumbuh- tumbuhan seolah menari dengan senangnya. Mataku belum dapat kupejamkan. Aku hanya duduk termenung diatas tempat tidurku. Sejak tadi pikiranku melayang memikirkan yang tidak-tidak. Begitu banyak tanda tanya besar didalam pikiranku yang memerlukan jawaban.
“ Dilla, Ayo tidur.”teriak Ibu menyuruku lekas tidur.
 “ Iya, Ibu………..’’ Sahutku dari dalam kamarku.
Kupaksa mataku untuk terpejam tapi begitu sulit. Aku memang sulit sekali untuk tidur karena aku takut kalau aku bermimpi buruk. Timbullah ide-ide cemerlang dalam pikiranku. Supaya aku bisa tidur, aku membaca beberapa majalah dan komik yang tertata rapi dirak buku. Tak lama setelah membaca beberapa majalah dan komik mataku terasa lelah. Dan akhirnya akupun tertidur. Aku terlelap dalam tidurku bersama mimpi- mimpiku.
Fajar menyinsing dipagi hari diiringi suara kokok ayam jantan. Aku belum bangun ketika ibu berteriak sambil menggedor kamar tidurku. Suara ibu yang begitu nyaring mengguncang tidurku suara ibu terdengar mengancam.
“ Dilla, Ayo bangun. Sudah siang kalau kamu gak bangun juga ibu guyur nanti,”
*******
Aku bergegas bangun dari tempat tidurku. Masih mengucek-ucek mata, dengan malas kubuka pintu kamar. Ibu pun sudah pergi menjauh ketika mendapatiku berdiri didepan pintu kamarku.
“ Ayo,cepat mandi. Ayah sudah menunggumu dimeja makan,’’ pinta ibu sebelum ibu pergi menjauh.
“ Lho, memangnya sekarang sudah jam berapa bu?” tanyaku pada ibu yang telah berlalu.
 “Ini sudah jam enam lewat, cepat nanti kamu terlambat,” Seru ibu.
            Akupun bergegas mandi. Tak kusangka hari ini aku terlambat bangun pagi. Mungkin ini karena aku tidur terlalu larut tadi malam. Padahal ini hari pertamaku disekolahku yang baru. Usai mandi dan memakai seragam aku langsung beranjak dari kamar tidurku kemeja makan. Di meja makan ayah dengan setianya menungguku sambil membaca Koran pagi.
“ Pagi Yah,’’sapa ku pada Ayah.
“ Pagi,tumben kamu bangunnya siang,Tanya Ayah pada ku
 “ Iya,Yah..,tadi malam aku tidur terlalu larut,”
 “ Makanya kalau tidur jangan larut- larut.” Ucap ayah menasehatiku.
“ Iya, yah…, tadi malam tuh Dilla nggak bisa tidur,”
”Memang kenapa? Pasti kamu lagi mikirin sekolah barumu ya…..? tanya ibu menyahut dari kejahuan dengan membawa dua cangkir yang masing-masing berisi kopi dan susu.
“ Iya, Ibu.”jawabku sembari membawa cangkir yang berisi susu.Maafin Dilla ya Bu, ibu jadi repot sendiri didapur,”
” Udah , nggak apa- apa kok Dill, yang penting jangan kamu ulangi lagi,”
*******
            Setelah saling bercakap-cakap kamipun sarapan bersama-sama. Ibu menyuruhku berhati –hati dijalan ketika aku mencium tangan dan keningnya. Aku berangkat kesekolah dengan berjalan kaki, karena jarak sekolah tidak terlalu jauh dari rumahku. Jalan-jalan masih becek akibat hujan yang turun begitu deras tadi malam. Bahkan kulihat ada pohon tumbang ditepi jalan yang mungkin juga diakibatkan hujan deras dan angin kencang tadi malam. Tak terasa setelah melewati jalan- jalan yang penuh liku dan lorong- lorong sempit akhirnya aku sampai disekolah baruku itu.
            Dikelas semua asyik dengan kesibukannya masing-masing. Meskipun terasa asing dikelas itu akhirnya akupun bisa beradaptasi dengan baik. Toh… kami kan sudah seminggu satu kelas ketika MOS jadi wajah-wajah mereka tidak begitu asing lagi bagiku. Suara gaduh terdengar dimana-mana hingga membuat ruang kelas menjadi ramai ditengah-tengah keramaian itu mataku tertuju pada seseorang yang wajahnya sudah familiar bagiku karena aku sudah mengenalnya sejak duduk dibangku sekolah dasar. Tiba- tiba terdengarsuara yang membuat pandanganku padanya buyar.
”Dil, Dilla,’’ teriaknya .
*******
            Seketika itu aku langsung mencari darimana datangnya suara itu. Ternyata itu adalah suara Ria, teman baruku yang sudah kukenal dihari pertama ketika MOS.
”Hai ,Ri ada apa,” sahutku .
“Dil, kamu mau nggak duduk satu bangku dengan ku.”ucapnya menawariku.
“Ah, kebetulan Ri,aku bingung mau duduk dimana habis aku datangnya telat sih. Untung aja masih ada tempat duduk yang tersisa untukku. Makasih ya Ri.”ucapku panjang lebar menyetujui dengan senang hati tawaran Ria.
 “ Tenang saja Dil, selalu ada tempat buat kamu,” ucap Ria sambil mempersilakan aku duduk disampingnya.
Aku hanya menaggapinya dengan senyuman Ria memang baik sekali padaku sejak pertama kali kami bertemu. Anaknya juga periang dan nggak ngebosenin  sehingga enak diajak ngobrol.
 “Dil, menurutmu hari ini langsung pelajaran nggak sih,”tanya Ria membuyarkan lamunanku yang baru saja ku bangun.
”Eh, ya enggaklah Ri? Mungkin hari ini cuma perkenalan saja,” jawabku.
“Syukurlah kalau gitu aku belum siap nerima pelajaran hari ini,” Bel tanda masukpun berbunyi.
*******
Seorang wanita setengah baya memasuki ruang kelas kami. Aku dan ria saling berpandangan dan penasaran siapa sebenarnya wanita separuh baya itu. Tak lama setelah beliau meletakkan bukunya dimeja guru, beliaupun memperkenalkan diri.
”Perkenalkan nama saya Puji Rahayu kalian bisa memanggil saya bu  Rahayu. Saya adalah wali kelas kalian dan saya mengajar mata pelajaran biologi. Ok…..perkenalan saya akhiri disini kalian semua sudah mengenal saya, sekarang giliran kalian memperkenalkan diri kalian masing- masing,’’ jelas bu Rahayu dengan suara datar.
            Sesuai dengan permintaan wali kelas kami. Kami pun memperkenalkan diri kami masing-masing. Setelah semuanya selesai berkenalan bu Rahayu, wali kelas kami menyuruh kami untuk mencalonkan siapa saja dari kami yang dianggap pantes untuk menjadi pengurus kelas. Untuk ketua kelas kami mengusulkan Doni, dan Rafi sebagai wakilnya. Aku dan Ria dipilih untuk menjadi sekertaris dan lainya sebagainya. Setelah pembagian pengurus kelas dan semua yang berhubungan dengan urusan kelas, bu Rahayu menyuruh kami beristirahat.Aku dan Ria langsung beranjak dari tempat duduk menuju kekantin. Habisnya aku merasa lapar karena tadi pagi aku hanya makan sedikit.Tiba-tiba dikantin saat aku dan Ria duduk dibangku kantin sambil memakan makanan pesanan kami terdengar suara yang memanggil namaku.
“Dil, Dilla….”
Aku menengok kebelakang mencari tahu siapa yang memanggilku itu. Seorang anak cowok yang tak asing lagi bagiku melambaikan tangannya kearahku sambil tetap meneriakan namakku. Anak cowok itu melangkahkan semakin dekat kearah bangku kantin yang kududkin bersama Ria.
 “Hai, Dil apa kabar ?” sapa anak cowok itu yang sudah berada tepat dihadapanku dan Ria.
“Oh,  kak Vian, kabar baik kak,’’ jawabku pada anak cowok itu.
*******
            Namanya adalah Alviano Risqika. Dia adalah ketua osis kami yang sudah kukenal sejak pertamakalinya aku diterima disekolah ini. Ria juga mengenalnya begitu akrab sama sepertiku. Kak Vian sangat baik padaku begitu juga pada Ria. Kak Vian juga sangat sopan pada kami meskipun dia adalah kakak kelas kami. Kak vian beda dua tahun denganku dan Ria. Kami sangat senang mgobrol dengan kak Vian karena dia sangat nyambung jika kami diajak ngobrol lagi pula anaknya juga asyik jadi nggak akan bikin bosen meskipun lama-lama ngobrol dengannya.
“ Boleh. Aku duduk disini,’’ Tanya kak Vian dengan sopannya pada kami.
“Oh,….. boleh kak toh… ini kan tempat untuk umumkan? Jawab Ria sambil bercanda.
            Kami semuapun ngobrol. Banyak hal yang menjadi obrolan kami. Hingga tak terasa suara bel tanda masukpun berbunyi kembali membuyarkan pembicaraan kami yang begitu asyik.
”Yach, sayang ya sudah masuk lain kali kita sambung lagi yach, aku kekelas dulu,’’ Ucap kak Vian sambil pergi meninggalkan aku dan Ria yang sedang membayar makanan yang sudah kami pesan tadi .
*******
            Setelah itu aku dan Ria pun kembali kekelas ketika ku masuki ruang kelasku sepasang mata yang dingin menatapku dengan perasaan kurang bersahabat langsung kualihkan mataku dari tatapan mata dinginnya itu dan menuju kebangku tempat dudukku
            Sesuai dugaanku hari ini tidak ada pelajaran hanya perkenalan guru-guru saja Ria nyengir tampaknya dia begitu senang hari ini tidak pelajaran. Tapi pikiranku melayang jauh entah kemana. Aku masih memikirkan sepasang mata dingin yang menatapku dengan tidak bersahabat tadi. Kelaspun berakhir ketika bu Diyah guru bahasa Indonesia kami menyuruh untuk berkemas-kemas.
            Ria menawariku untuk pulang bersamanya naik motornya, tapi aku menolaknya. Aku lebih suka berjalan kaki seperti saat aku berangkat kesekolah tadi. Kulewati lorong-lorong sempit dan jalan-jalan yang penuh liku-liku tadi. Tiba-tiba ada suara gerak langkah kaki yang mengiringi gerak langkah kakiku ternyata dialah orang yang menatapku dengan kurang bersahabat tadi. Aku memang mengenalnya sejak duduk dibangku sekolah dasar tapi aku tak pernah berani menegur atau menyapanya dan bertanya mengapa dia bersikap seperti itu kepadaku.
            Ku urungkan niatku itu untuk menayakan apa aku pernah punya salah padanya. Tapi kupikir aku tak pernah punya salah padanya. Ngobrol dengannya aja aku gak pernah apalagi bikin kesalahan padanya. Akhirnya kuputuskan untuk melupakan sikap anehnya itu toh….. ini bukan pertama kalinya dia bersikap seperti itu padaku.
*******
            Aku terus melanjutkan langkahku yang sempat terhenti saat aku memikirkan masalah tadi. Diapun mempercepat langkah kakinya mendahuluiku. Hingga tak kulihat lagi sedikitpun batang hidungnya akupun mempercepat gerak langkahku agar bisa sampai lebih cepat dirumah. Kuketok pintu rumahku yang berwarna biru muda itu. Ibu dengan setianya membukan pintu untukku dan menyabutku dengan senyuman. Seperti biasa aku mencium tangan dan kening ibu sambil mengucap salam.
            Kenapa setiap aku melihat wajah ibu selalu ada pertanyaan- pertanyaan besar dalam pikiranku seperti tadi malam. Aku merasa kalau aku tidak ada mirip-miripnya dengan wajah ayah ataupun ibu “ mungkinkah aku bukan anak ibu ?” itulah yang selalu aku pikirkan sepanjang hari hingga membuatku tidak bisa tidur setiap malam. Sebenarnya aku ingin bertanya langsung pada ayah dan ibu tapi aku takut membuat mereka menjadi tersinggung.
            Ibu telah menyiapkan makan siang dimeja makan dengan kata-kata yang begitu lembut dan menyenangkan hatiku, ibu memanggilku dan menyuruhku makan siang.Aku yang telah selesai sholat segera menggulung sajadah dan melipat mukenahku untuk segera memenuhi panggilan ibu. Kami pun makan siang bersama. Aku memberanikan diri untuk bertanya tentang masalah yang selalu membebani pikiranku.
*******
“ Ibu,’’ desahhanku pada ibu.
“ Ada apa Dil, ada yang ingin kamu katakan?’’ Tanya ibu.
 “ Iya bu, ehm Dilla mau menanyakan sesuatu pada ibu,’’
“Apa yang ingin kamu tanyakan pada ibu dil?,’’Bu,apa Dilla ini bener-bener anak kandung ibu,’’tanyaku dengan langsung mengunci bibirku rapat-rapat.
“ Kamu bilang apa sih dil? Ya jelaslah kamu anak ibu kalau bukan anak ibu masak kamu anak tetangga,’’ jawab ibu dengan menyembunyikan kesedihanya.
            Aku tahu ibu pasti sedih dan tersinggung mendengar kata-kataku tadi seharusnya aku tidak menanyakan hal itu pada ibu hingga membuat ibu menangis. “maafin Dilla, Bu? Dilla nggak bermaksud membuat ibu sedih. Dilla hanya ingin tahu saja,’’
“Nggak apa-apa Dil? Masih ada yang ingin kau tanyakan pada ibu,” Tanya ibu lagi.
’’Nggak Bu,’’jawabku.
“Ya, Sudah kalau begitu ibu kekamar dulunya mau tidur siang,’’
“Iya,Bu……,’’
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada ibu. Kalau benar aku anak kandung ayah dan ibu kenapa aku tidak mirip sama sekali dengan mereka. Tapi aku nggak mau membebani ibu dengan pertanyaan-pertanyaanku lagi yang tidak masuk akal.
*******
            Hari-hari kulalui dengan aktivitas yang tidak begitu berbeda dari biasanya. Tapi yang sangat membedakan adalah aku nggak terlambat bangun lagi. Karena begitu seringnya bertemu dengan kak Vian membuat sepasang mata dingin itu menjadi lebih tidak bersahabat denganku. Entahlah aku tak mengerti jalan pikirannya akupun tidak tahu dimana letak kesalahnku padanya jika aku berbuat salah padanya.
            Suatu hari ibu menyuruhku untuk membeli gorengan diwarung depan rumah untuk tamu kami. Tapi, sesuatu terjadi padaku. Aku tertabrak sepeda motor ketika aku berjalan beberapa langkah dari warung menuju kerumah. Seketika itu aku langsung dibawah kerumah sakit.dan mungkin ini sudah menjadi takdirku aku kehabisan stock darah dirumah sakit sedangkan darah ayah dan ibu tidak cocok denganku. Akhirnya tamu ayah yang juga ikut mengantarku kerumah sakit mendonorkan darahnya untukku.
            Mungkin sebuah kebetulan ataukah sebaliknya darah mereka cocok denganku dan nyawaku akhirnya bisa diselamatkan. Wanita yang berumuran tak begitu jauh dari ibu itulah yang mendonorkan darahnya untukku. Dia adalah istri dari bos ayah yang bertamu kerumah saat peristiwa itu terjadi. Tak tahu kenapa wanita itu tiba-tiba menangis dan memelukku.
            Terdengar pula suara orang mengetok pintu kamar tempat aku dirawat. Ternyata dia adalah kak Vian dan teman satu kelasku Ria serta Rafi si mata dingin itu. Aku semakin binggung dengan keadaan ini kenapa mereka tahu aku dirawat disini padahal Ayah dan Ibu tidak menghubungi mereka sama sekali. Setelah suasana ramai dengan canda tawa Ria suasana pun kembali hening seperti semula.
*******
            Ibu dan Ayah mengatakan sesuatu padaku “ Dilla, kamu sudah baikan ,’’ tanya ibu dengan menetes air mata.
Aku tak tahu kenapa Ibu harus menangis. Apa yang sebenarnya ingin ayah dan ibu katakan.Hatiku tak henti bertanya-tanya, kemudian ayah pun melanjutkan perkataan ibu.
“Dilla, sebenarnya ada sesuatu yang ingin ayah dan ibu katakana padamu”.
“Iya, Dill, sebenarnya…..” ucap ibu terbata-bata dan tak berlanjut karena beliau terus menangis.
“Dilla, sebenarnya kami bukan orang tua kandungmu” ucap ayah dengan jelas.
            Deg… serasa jantungku seolah berhenti berdetak mendengar ucapan ayah. Ternyata ketakutanku selama ini menjadi kenyataan. Aku hanya bisa menangis dan menangis.
“Ayah..Ibu, kalau bukan ayah dan ibu, orang tua Dilla, maka siapa orang tua kandung Dilla?” tanyaku.
“Mereka,” ucap ayah sembari menunjuk kearah wanita yang umurnya tak jauh dengan ibu.
“Iya, Dil, saya Endah…mama kamu.”
“Nggak….nggak mungkin, kalau memang anda ibu kandung saya, kenapa saya kok bisa tinggal di keluarga pak atmaja”. ucapku tak percaya.
“Sejak kecil merekalah yang merawatku hingga aku bisa sebesar ini. Dimana ibu saat aku sedang sakit, dimana ibu saat aku sedang sedih?kalau ibu memang benar mama saya”ucapku lagi sambil menangis.
*******
            Kemudian kak vian menjelaskan alasan mama meninggalkan ku sewaktu aku masih kecil dulu. Mereka dulu dalam keadaan yang serba kekurangan dan akhirnya meletakanku  didepan pintu rumah Bapak Atmaja. Namun satu hal yang membuatku kaget ternyata kak Vian adalah saudara kandungku. Padahal aku sudah begitu menyayanginya karena dia begitu baik padaku.
“Nggak, Ayah…Ibu katakan kalau semua ini nggak benar”,ucapku pada ayah dan ibu sembari beranjak dari kamar perawatan itu.
            Aku menangis dibangku taman rumah sakit. Kemudina sepasang mata dingin itu berlari kearahku.
“Dil, kamu nggak apa-apakan?” ucapnya.
            Pertama kalinya dalam hidupku, sejak duduk di bangku sekolah dasar sampai kini untuk pertama kalinya dia berbicara padaku. Sepasang mata dingin yang biasanya menatapku dengan tidak bersahabat kini tak ada lagi. Sepasang matanya begitu teduh hingga aku tak merasa asing lagi didekatnya.
“Dill, aku tau kamu sedih banget, tapi kamu harus bisa menerima semua ini dan maafin orangtuamu”.
“Apa?kamu bilang aku harus maafin mereka?memang mudah jika hanya bilang tapi coba kamu berada diposisi aku”.
“Dill, semua orang pasti punya kesalahan, Karena manusia bukanlah orang yang sempurna. Hanya Allahlah pemilik segala kesempurnaan itu. Begitu juga dengan orangtua kandungmu. Tidak semua hal bisa disembuhkan oleh waktu termasuk kerinduan mereka kepadamu Dil. Makanya mereka terus mencarimu. Itu berarti mereka sangat menyayangimu.
“Tapi,Raf…aku…”
“Aku yakin kamu adalah orang yang bijak yang bisa menentukan apa yang seharusnya kamu lakukan”,ucap Rafi sembari menghapus air mataku.
*******
            Akhirnya akupun bisa menerima semua itu dan kembali kekamar perawatanku. Akupun langsung memeluk orang tua kandungku itu. Mereka memberiku pilihan tinggal bersama mereka ataukah tetap tinggal bersama orangtua angkatku.
“Ma,..Pa,..Kak Vian maafin Dilla sebelumnya. Dilla nggak bisa ninggalin ayah dan ibu. Dilla sayang sama mereka. Dilla juga sayang sama mama, papa dan kak Vian tapi maafin Dilla. Dilla nggak bisa ikut Mama, Papa dan Kak Vian pindah kesurabaya”ucapku panjang lebar.
“Tapi Dilla udah maafin kesalahan kamikan?”tanya mama padaku.
“Iya, Ma. Dilla maafin kalian semua. Tuhan saja maha pemaaf kenapa Dilla enggak,”ucapku melupakan kesedihanku.
            Mama,Papa dan Kak Vian pun memelukku erat sebelum mereka pergi.Kak Vian menyuruhku ke Surabaya kalau aku sedang libur panjang. Akupun menyanggupinya. Setelah kepergian keluarga kandungku aku,Ayah,dan Ibupun pulang kerumah. Mereka senang dengan keputusan yang aku ambil. Aku juga demikian. Bagiku Ayah dan Ibu adalah segalanya. Aku tak butuh kemewahan yang mama dan papa miliki sekarang. Yang kubutuhkan hanyalah kasih sayang dari mereka. Satu hal yang membuatku juga bahagia Rafi si muka dingin itu tak bersikap dingin lagi padaku dan Ria selamanya menjadi sahabat terbaikku Kehidupanku pun terus berlanjut. Seperti air yang terus mengalir.
*******

 THE END







Tidak ada komentar:

Posting Komentar