Jam
dinding telah menunjukkan pukul 24.00 WIB tapi, aku masih tetap terjaga. Rasa takut dan malu berkecamuk dalam diriku. Aku begitu
takut dan malu untuk bertemu dengan teman-teman lamaku. Mereka berencana untuk
bersilaturrahmi ke rumah guru-guru SMP kami. Di satu sisi aku ingin sekali ikut
karena aku terlalu rindu dengan sahabat-sahabatku di SMP. Tapi, disisi lain aku
tak dapat membohongi diriku sendiri bahwasannya aku terlalu malu untuk bertemu
dengan mereka. Pasalnya, aku takut
teman-tamanku bertanya aku akan melanjutkan kuliah dimana. Aku begitu gelisah
hingga tak bisa memejamkan mataku walau hanya sebentar. Akankah aku datang?
Ataukah kubatalkan saja janji itu? Semua pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk
dalam pikiranku.
Hari telah
pagi ketika kudapati HPku tengah berdering dan bergetar. Ternyata ada pesan
dari salah satu dari keempat sahabatku bahwasannya dia memberi tahu bahwa ingin
berangkat bersama denganku ke rumah sahabat kami Lia. Aku yang masih ragu akan
datang atau tidak terpaksa untuk memberanikan diri datang kesana. Pukul 8.00
anak-anak cewek sudah berkumpul di rumah Lia. Ternyata tidak hanya anak JOJOBA
yang hadir di sana tetapi teman-teman SMP kami yang lainnya juga ada yang
datang. Aku memutuskan untuk segera berangkat saja ke rumah guru-guru agar
tidak terlalu siang. Tapi, Lia berkata bahwa kita masih harus menunggu
seseorang.
Aku
terkejut setelah melihat seseorang memasuki rumah Lia dari kejauhan. Deg,
rasanya jantungku seolah berhenti berdetak dalam sekejap. Ketika kudapati dia
berjalan mendekat kearah kami para anak cewek yang tengah duduk di sofa aku
langsung menundukkan wajahku. Aku tak ingin melihat wajahnya lagi. Aku tak
ingin kenangan-kenangan masa laluku tentangnya kembali menyeruak. Aku hanya tetap menunduk ketika dia berjabat tangan
dengan teman-teman lainnya. Bahkan untuk menghindari menatap matanya aku
menyibukkan diri bermain HP.
“ Semuanya sudah lengkap sekarang. Ayo kita berangkat,”
seru Lia.
Kami
sampai di salah satu rumah guru kami yang juga masih bertalian darah dengan
Lia. Guru itu menanyakan pada kami semua akan
melanjutkan kuliah dimana. Aku hanya tertunduk diam ketika aku menjawab
pertanyaan beliau bahwasannya aku tidak melanjutkan kuliah di tahun ini.
Sesosok sorot mata yang aneh memandang ke arahku. Aku menatap sorot mata yang
tengah memandang kearahku dan kutemukan dia yang tengah melihatku dengan
tatapan aneh. Aku berfikir dalam hati apakah dia tengah memandang rendah diriku
karena aku tidak kuliah di tahun ini. Sedangkan dia di terima di salah satu PTN
ternama.
Seperti
biasanya aku tak pernah berbicara dengannya begitu pula sebaliknya kami hanya
bisa saling memandang tanpa berkata sepatah-katahpun. Kami pun pergi berkunjung
ke guru-guru kami yang lainnya dengan mengendarai motor. Karena aku tidak bisa
mengendarainya akhirnya temanku yang memboncengku. Awalnya Lia mengusulkan agar
aku di bonceng olehnya tapi, aku menolaknya. Aku tidak ingin ada orang lain
yang memboncengku naik motor selain Arif orang yang diam-diam aku sukai di
Sekolah Menengah Atas.
Ya,,,dia
adalah satu-satunya teman cowok yang pernah memboncengku naik motor. Hingga aku
perlahan-lahan menaruh hati padanya. Sekalipun dia akhirnya memilih orang lain
sebagai kekasihnya aku tak peduli. Yang jelas aku tak izinkan satu orang pun
menggantikan posisinya di hatiku termasuk dia,,, orang yang dulu sempat membuat
batinku goyah.
“ Kenapa
sih, Sari kok kamu nggak mau di bonceng dia,”
“
He’em,,,toh dia sendirian nggak ada yang di bonceng,,”
“ Ah,,,
nggak ah,,,,,Aku di bonceng kamu aja Cha,,,”
“
Ya,,udah baiklah,,,”
Perjalanan panjang pun kami tempuh
untuk mencari rumah guru kami yang lainnya. Tiba-tiba Susi mengatakan ingin di
bonceng karena lelah membonceng terus. Akhirnya dia pun di bonceng oleh Didit,
anak yang memandangku dengan tatapan sorot matanya yang tajam itu.
Sekilas aku melihat senyuman tanda
puas di wajah Didit. Pasalnya
sejak masih di Sekolah Dasar dia memang memendam rasa pada Susi. Tapi, Susi
mencuekkannya. Entah kenapa,,kini Susi malah terlihat seperti ingin balik
mendekatinya. Rasa sakit yang dulu pernah aku rasakan saat melihatnya dengan
orang lain itu tak ada lagi. Namun
kenapa, tetap saja ada rasa yang lain yang aku rasakan. Yang entah apa itu
namanya? Aku sungguh tak tahu.
Sekalipun
sampai akupun hanya bisa memasang senyuman palsu pada guru-guruku itu. Setelah
itu aku pun kembali pada kediamanku. Ya,,,itulah aku,,Aku begitu malu hingga
aku tak dapat mengangkat kepalaku lagi. Bagaimana mungkin aku bisa mengangkat
kepalaku dan tersenyum seperti tidak ada masalah jika batinku terasa begitu
sakit karena rasa malu itu. Ya,,,aku begitu malu karena dia,,,karena dia
mengetahui semuanya dan memandangku rendah.
Semua
bercerita tentang dirinya masing-masing. Bahkan aku masih mendengar sekilas
bahwa kini dia sudah punya pacar lagi. Samar-samar aku dengar namanya Fika. Dan
semuanya anak-anak bahkan sahabat-sahabatku sudah tahu hanya aku,,,ya,,,hanya
aku yang tidak tahu. Aku tak peduli sekalipun dia berkali-kali memandangku aneh
aku tak peduli kendatipun aku merasa risih juga. Hari berkunjung ke rumah guru-guru pun telah sampai pada
akhirnya. Kamipun pulang ke rumah masing-masing. Setelah sampai di rumah akupun
langsung melesat dengan ayahku ke rumah kakakku.
*****
Malam menjelang dan akupun masih belum
bisa memejamkan mataku. Aku masih
teringat semua kejadian siang itu. Aku pun masih mengingat dia menatapku dengan
tatap mata tajam. Tapi kenapa? Kenapa tatapan matanya itu masih sama seperti
dulu. Masih sama seperti saat aku masih memiliki rasa padanya dulu. Tatapan
matanya masih seteduh dulu meski ku artikan dia memandangku rendah. Dia masih
saja seperti dulu dan tidak berubah, kenapa? kenapa harus begini,,,?
Tengah malam aku terbangun dari tidurku. Padahal aku
sudah berusaha untuk tidur tapi aku terbangun juga. Aku terbangun saat aku
bermimpi tentangnya. Ya,,,dia,,, mimpi-mimpi itu kembali menggangguku.
Mimpi-mimpi tentangnya itu selalu hadir setiap aku memejamkan mataku. Kenapa ?
Kenapa mimpi-mimpi yang dulu pernah hadir dalam tidurku itu kini kembali
terulang. Aku kembali bermimpi tentangnya,,,Ya,,,,dia lagi. Padahal sudah 3
tahun sejak perpisahan kami mimpi itu tak pernah hadir lagi. Tapi,,saat aku
bertemu dengannya kembali,,mimpi-mimpi itupun kembali lagi. Hingga aku tak tahu
harus bagaimana lagi. Aku hanya bisa berdo’a pada Tuhan agar tidak menghadirkan
dia lagi dalam mimpi-mimpiku.
*****
Tiga hari lamanya sejak pertemuan kami
itu tiba-tiba dia mengirim pesan untukku. Awalnya tak kutahu dari siapa pesan
itu kemudian dia memberi tahuku kalau itu pesan darinya. Tapi dia mengirimiku
pesan yang aneh. Entah apa maksudnya.
“ Mana
senyumnya,,,,”
Aku
terkejut membaca pesannya itu. Pesan itu ia kirim berturut-turut setiap
harinya. Karena aku tak pernah membalas pesannya itu. Entah apa yang sedang ia
pikirkan hingga mengirimiku pesan seperti itu. Kenapa? Kenapa disaat aku sudah
bisa melupakannya dia kembali hadir dalam hidupku dan mengejutkanku. Aku tak
tahu apa yang aku rasa kini,,,yang jelas aku merasa begitu terkejut hingga aku
terguncang. Apa maksud dari pesannya itu,
aku berfikir keras tentang itu. Apakah mungkin ini karena sejak pertemuan kami
waktu itu aku tak pernah tersenyum seceriah dulu lagi. Tapi,,, kenapa dia ingin tahu,,,? Apa yang sebenarnya ia
pikirkan,,,? Pertanyaan-pertanyaan itu kembali berkecamuk dalam pikiranku. Aku
pun akhirnya membalas pesannya sekenanya.
“ Kau bertanya padaku dimana senyumku? Senyumku telah
menghilang bagai buih. Senyumku tlah terkubur bersama sebagian jiwaku yang
terluka. Senyumku tlah sirnah bersama impianku. Hingga aku tak bisa tersenyum
lagi. Hingga aku tak dapat tertawa lagi. Sekalipun bisa aku juga tak akan bisa
tersenyum ataupun tertawa bebas seperti dulu lagi. Semuanya tlah menghilang
terkubur dan sirnah. Jadi,,,jangan bertanya lagi padaku dimana senyumku,,,,”
Itulah
pesan yang aku kirimkan padanya. Sejak
menerima pesanku itu dia tak pernah mengirim pesan padaku lagi. Ya,,,,inilah
akhirnya. Dan memang seperti inilah akhir yang aku inginkan kendatipun hatiku
masih merasa begitu sakit. Entah,,,apa arti rasa sakit itu. Yang jelas saat ini
aku tak ingin ada orang lain lagi yang mengisi hatiku yang tengah penuh dengan
kekecewaan akan jalan hidup yang harus aku jalani kendati itu di luar
keinginanku. Aku hanya ingin menjadikan Arif yang pertama dan terakhir dalam
kisah cintaku ini. Aku tak ingin ada orang lain lagi yang hadir
dalam hidupku.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar